Resistensi pemerintah terhadap UU Perampasan Aset adalah pembiaran terhadap kejahatan ekonomi, politik, dan kemanusiaan dan, karena itu, merupakan bentuk sabotase terhadap proses-proses pembangunan nasional. - Felix Tani
Dalam sebuah percakapan di WAG, seorang teman berpendapat bahwa korupsi adalah budaya.
Berada di seberang pendapat itu, saya lantas bertanya pada teman tersebut, apa dasar argumennya.Â
Karena tak dijawab, saya lalu berasumsi teman itu telah merujuk pada pendapat banyak orang yang mengatakan korupsi sudah membudaya dalam masyarakat Indonesia.Â
Pendapat itu didasarkan pada fakta korupsi terjadi secara berkelanjutan, dari masa ke masa, dan meluas ke semua tingkatan birokrasi pemerintah dan swasta di Indonesia.
Tapi itu suatu kesimpulan yang sesat logika (logical fallacy) dalam dua tingkatan.Â
Pertama, pada tingkatan penyimpulan, sebuah perbuatan tidak serta-merta dapat disimpulkan sebagai budaya hanya karena terjadi terus-menerus. Jika perbuatan itu anti-kemanusiaan, maka dia anti-budaya.
Kedua, pada tingkatan perujukan, sebuah kesimpulan tak bisa dianggap logis dan benar hanya karena sudah menjadi pendapat banyak orang (appeal to popularity).
Jadi, untuk penegasan, korupsi bukan budaya ragam suku bangsa ataupun bangsa Indonesia.
Andai kata korupsi adalah budaya, maka pelarangan korupsi dan penghukuman koruptor adalah penegasian dan penistaan budaya. Penangkapan koruptor niscaya akan dinarasikan sebagai kriminalisasi pengemban budaya.