Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Privilese, Kesadaran Palsu, dan Kemiskinan Sosial pada Kelas Menengah Indonesia

15 Maret 2023   12:22 Diperbarui: 16 Maret 2023   11:00 1715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampilan mewah seorang pemuda kelas menengah semu di Indonesia (Foto: Instagram Mario Dandy Satrio via kompas.com) 

Secara sosiologis privilese itu hak istimewa yang lekat pada status sosial eksklusif yang disandang individu. 

Bedakan dengan akses. Sebab akses itu menunjuk pada tingkat jangkauan individu terhadap hak-hak sosial, ekonomi, dan politik (sosekpol).

Privilese memang dapat memudahkan akses seseorang pada hak-hak sosekpol. Tapi itu hanya jika privilese eksplisit menunjuk pada hak tertentu. Semisal pada era kolonial anak-anak Belanda berhak langsung masuk Hogere Burgerschool (HBS), sedangkan anak pribumi tidak.

Pelekatan privilese pada suatu status sosial adalah hasil konstruksi sosial. Sebagai hasil konsensus atau penetapan oleh suatu otoritas sosial.

Seperti halnya status sosial, secara sosiologis privilese dapat dimiliki seseorang melalui tiga cara.

Pertama, melalui kelahiran (ascribed). Jika seorang anak terlahir sebagai anak bangsawan, maka dia memiliki hak istimewa menggunakan gelar kebangsawanan. Dengan gelar itu, dia punya privilese untuk didahulukan dalam perolehan hak-hak sosekpol.

Kedua, melalui pencapaian (achived). Seseorang berupaya keras sehingga berhasil menjadi bupati di suatu daerah. Sebagai bupati maka dia mendapat sejumlah privilese yang melekat pada jabatan itu. Semisal hak untuk didahulukan dalam akses transportasi.

Ketiga, melalui pemberian (assigned). Privilese yang diberikan suatu otoritas atas dasar kondisi ataupun jasa seseorang. Semisal lansia dan perempuan hamil punya privilese mendapat tempat duduk prioritas di kereta api.

Jika merujuk pada tiga cara memperoleh privilese itu maka, secara sosiologis, Mario dan orang-orang sejenisnya sungguh tak punya privilese apapun. 

Tak ada privilese karena kelahiran, capaian, ataupun pemberian. Dia bukan anak presiden, tak punya prestasi nasional, dan tak punya jasa signifikan bagi masyarakat.

Satu-satunya faktor kelebihannya dibanding warga kebanyakan hanyalah statusnya sebagai anak dari seorang pejabat rendah tapi super-kaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun