Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mengenal Balige Toba, Venue Gelaran F1H2O PowerBoat 2023

23 Februari 2023   04:41 Diperbarui: 23 Februari 2023   18:21 2291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kota Balige di tengah persawahan dengan latar belakang punggung Bukit Barisan (Foto: Kanal YouTube RD Explorer/screenshot)
Kota Balige di tengah persawahan dengan latar belakang punggung Bukit Barisan (Foto: Kanal YouTube RD Explorer/screenshot)

Baligeraja, kemudian disebut Balige, didiami oleh keturunan Sorimangaraja -- salah seorang leluhur Batak yang menjad pendeta-raja Baligeraja -- dari istri ketiganya yaitu Naisuanon (Sorbadibanua).

Naisuanon menurunkan Sibagotnipohan, Sipaettua, dan Silahisabungan. Secara khusus, Sibagotnipohan menurunkan Tampubolon, Silaen, Baringbing, Siahaan, Simanjuntak, Hutagaol, Panjaitan, Silitonga, Siagian, Sianipar, Simangunsong, Marpaung, dan Napitupulu (Pardede).  

Turunan Sibagotnipohan itu kemudian menjadi marga-marga raja yang mendiami kawasan Balige.  Hal itu tercermin juga dari nama sejumlah kelurahan/desa yang merujuk marga tertentu.  Semisal Napitupulu Bagasan, Pardede Onan, Sianipar Sihail-hail, dan Hutagaol Peatalun.

Pusat Ekonomi Tanah Batak

Semasa Perang Batak (1878-1907), Balige menjadi sasaran pertama Belanda untuk ditaklukkan.  

Kota itu berhasil dikuasai setelah perlawanan Pendeta-raja Batak Sisingamangaraja XII  dipatahkan tahun 1907. Balige lalu dijadikan  ibukota Onderafdeling Toba, di bawah Afdeling Bataklanden. 

Berada di jantung Tanah Batak,  di bibir pantai selatan  Danau Toba, Belanda segera melihat nilai strategis Balige secara politik dan ekonomi.  Dari kota itu mobilisasi militer, orang,  dan barang ke seluruh penjuru Tanah Batak akan menjadi lebih efisien. Baik melalui jalur darat maupun perairan danau. 

Karena itu Pemerintah Kolonial Belanda mengembangkan Balige sebagai pusat ekonomi Tanah Batak.  Isolasi geografisnya dibuka dengan membangun jalan raya yang menghubungkan Balige dengan Parapat/Medan di utara dan Tarutung/Sibolga di selatan (1917-1920).  

Bertepatan dengan Depresi Besar awal 1930-an, industri tenun (tekstil) dikembangkan di Balige.  Tujuannya untuk produksi tekstil murah untuk Sumatera.

Balairung Onan di Jln Sisingamangaraja Balige, Toba (Foto: Geopark Kaldera Toba via opsi.id)
Balairung Onan di Jln Sisingamangaraja Balige, Toba (Foto: Geopark Kaldera Toba via opsi.id)

Lalu  pada tahun 1936 dibangun pasar Onan Balige,  dicirikan oleh 6 balairung berarsitektur rumah adat Batak, sebagai pusat transaksi ekonomi terbesar di Toba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun