Bukankah kita menganggap kuburan sebagai tempat para mendiang "disempurnakan"? Kalau begitu, hantu-hantu mereka mestinya dipersepsikan cinta damai, bukan?
Dengan persepsi semacam itu kita, orang hidup, dapat mengalami pekuburan sebagai relung damai dan indah. Bersih dari pikiran, perkataan, dan perbuatan negatif terhadap sesama, hidup atau mati, dan alam sekitar.
Kuburan dengan demikian menjadi suatu lokus harmoni dengan arwah dan alam. Dalam arti saling menghargai dan saling berbagi dalam menikmati relung damai dan indah pada kuburan.
Orang hidup berbagi relung damai dan indah dengan hantu atau arwah orang mati?
Mungkin terdengar absurd, ya.
Untuk membuat terang soal itu, saya ingin membagikan dua pengalaman kunjungan atau ziarah ke kuburan.
***
Akhir Desember 2017 di Tanah Toraja.
Saya berkunjung ke pekuburan orang Toraja di dua desa, Ketekesu dan Londa. Takjub menyaksikan makam-makam orang mati berada di tebing-tebing karst yang curam.
Itu jauh dari kesan menakutkan. Kendati tulang-belulang terserak di ceruk tebing. Dan patung tau-tau tegak melotot.