Kedua, lagu Lupa Do Ho (Engkau Lupakan) karya musisi Firman Marpaung (1980) yang dipopulerkan oleh Simbolon Bersaudara.
Lagu itu berkisah tentang anak lelaki yang pergi merantau, Â sukses secara sosial-ekonomi, tapi kemudian lupa pada orangtua dan adik-adiknya di kampung.
Berikut sepenggal lirik lagu itu. Â "Manghirim do sude, haha-anggi ibotomi. Anggiat sahat ho hasian, tu tinodoni rohami. Anak siparbagaon tahe, sian na di hutai. Ai tung manghirim do sude amang di gogo mi."Â
Terjemahan bebasnya, "Berharap semua, kakak-kakak dan adik-adikmu. Â Semoga engkau berhasil meraih cita-citamu. Engkau anak yang menjadi andalan kami di kampung. Sungguh kami berharap atas bantuanmu."
Tapi itu harapan kosong. Anak yang diharapkan jadi tulang-punggung keluarga itu memang sukses di rantau. Tapi dia tak perduli pada nasib keluarganya di kampung. Â
Ketiga, lagu Anak Na Burju (Anak yang Baik) karya Edward Soaloon Simatupang (1987) yang dipopulerkan duet Broery Pesolima dan  Emilia Contessa, didukung Trio Lasidos Plus.
Lagu ini berisi doa dan harapan orangtua untuk anak laki-laki yang diberangkatkan ke perantauan. Harapan agar anak itu berhasil dan bisa saling-dukung dengan saudara-saudaranya.
Pesan inti dalam lagu itu begini. "Anggiat ma ture, sude hamu pinompar hi amang. Marsiamin-aminan, marsitungkol-tungkolan. Songon suhat di robean i."
Artinya, "Semoga berhasil, kamu semua keturunanku, anakku. Saling-sokong, saling dukung. Â Seperti keladi di lereng bukit."
Tiga lagu Batak yang sangat populer itu dengan sangat tepat menggambarkan kedudukan dan peran anak laki-laki sebagai harapan dan tulang-punggung ekonomi keluarga.
***