Film dokomenter itu dengan jelas menunjukkan fungsi Gondang Bolon -- berikut tortor atau gerak tari --dalam ritual Sipahalima Ugamo Malim sebagai tonggo-tonggo, doa, kepada Mulajadi Na Bolon dan para utusan sucinya. Itulah fungsi dan makna asli Gondang Bolon, sebagaimana dahulu ditegakkan oleh leluhur orang Batak.
Wasanakata
Sejatinya semua pargonsi, penampil Gondang Bolon Batak, di Tanah Batak mampu nemainkan repertoar Gondang Sipitu dan gondang-gondang lain yang menjadi doa Ugamo Malim. Â
Masalahnya, bagi para pargonsi yang beragama Protestan dan Katolik, memainkan gondang-gondang itu "sesuai pemaknaan asli" akan menjadi pengingkaran terhadap imannya.
Konflik iman seperti itu menjadi faktor pembatas dalam pengintegrasian Gondang Batak ke dalam musik ritual Protestan dan Katolik. Memang pendekatan gereja inkulturatif secara terbatas telah mengadopsi gondang dalam musik gerejawi. Itu pantas dihargai. Tapi juga harus  diakui gondang senantiasa disubordinasikan terhadap musik diatonik (Barat) gereja.
Jadi suaka terakhir bagi Gondang Bolon sebagai doa kepada Mulajadi Na Bolon, tak bisa lain, hanyalah Pameleon Bolon Sipahalima Ugamo Parmalim. Beruntung Sipahalima telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia (2016). Sehingga statusnya sebagai suaka Gondang Bolon menjadi lebih pasti.
Tapi itu saja tidak cukup. Diperlukan dukungan kongkrit khususnya Pemerintah Daerah untuk memfasilitasi kelangsungan Ugamo Malim dengan segala ritualnya, terutama Sipahalima.Â
Sipahalima itu bukan saja aset religi dan budaya, tapi juga aset wisata religi dan budaya Batak. Dia adalah modal sosio-religi yang berpotensi memberi sumbangan sosial-ekonomi signifikan bagi masyarakat dan daerah Toba. (eFTe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H