Judul artikel ini gak keren banget. Ini kan pertanyan pengandaian. Bukankah lebih keren bertanya mengapa Poltak tak menikah dengan Greta Garbo atau Sophia Loren?
Tentu saja lebih keren. Tapi juga dungu. Sebab Poltak hidup pada era yang beda dengan Greta Garbo dan Sophia Loren. Selain juga terpusah oleh benua dan samudra.
Okelah. Poltak mungkin tipe lelaki yang sanggup mengarungi samudra dan melintasi benua demi cinta. Tapi jelas dia bukan seorang penyandang Oedipus Complex.
Mungkin lebih masuk akal bertanya mengapa Poltak tak menikah dengan guru atau bidan. Sebab di kampung halamannya sana, Toba, perawan berprofesi guru atau bidan adalah istri udaman semua perjaka.
Mengapa jadi idaman, alasannya simpel. Istri yang berprofesi guru diyakini cerdas dan, karena itu, pasti mampu mencerdaskan anak. Mungkin itu benar, walau saya tahu beberapa anak ibu guru yang menguni kuartil 25% terbawah peringkat kelas.Â
Ibunya yang guru itu terlalu fokus mencerdaskan anak orang lain. Sebab dia dibayar untuk itu. Okelah. Lalu apa artinya buah rahim sendiri?
Bidan setali tiga uang. Dia dianggap mampu merawat dan menjaga kesehatan anak-anaknya. Walau faktanya dia akan meninggalkan anak-anaknya di rumah demi menolong bayi-bayi perempuan lain lahir. Dia sendiri mekahirkan anak-anaknya dibantu bidan lain, atau dukun beranak.
Ah, prolog yang lebay untuk menjawab sebuah pertanyaan. Kenapa gak to the point aja, sih?
Baiklah. Poltak tak menikah dengan seorang dokter gigi karena tak kuat bila saatnya uzur istrinya selalu mengingatkan agar setia gosok gigi. Tanpa peduli fakta Poltak sudah totally ompong. Itu lebih menyakitkan ketimbang orang botak membaca peringatan yang tertulis besar di dinding kantor Pemda, "Sudahkah rambut Anda rapih?"
Tapi bukan itu saja.Tidakkah sangat menyakitkan menerima fakta istri lebih bergairah saat memeriksa gigi suami orang ketimbang gigi suami sendiri? Okelah, dia dibayar untuk itu. Lalu apa artinya cinta?Â
Entahlah. Hanya perempuan dokter gigi yang tahu.
Perempuan psikolog sebelas dubelaslah. Poltak gak kuat bila istrinya lebih perduli pada amigdalanya setiap saat. Seolah-olah tak ada organ vital lain pada tubuh lelaki selain jeroan otak sebesar kacang almond itu.
Tapi ada yang lebih menyakitkan. Poltak gak bakal kuat bila istrinya lebih bernafsu mendengarkan curhatan suami orang ketimbang suami sendiri. Okelah, dia dibayar untuk itu. Lalu apa artinya cinta?
Ah, sudahlah. Poltak bisa saja memberi seribu satu alasan selama seribu satu malam.
Tapi dia tidak bisa mengubah fakta bahwa Berta, istri tunggalnya, bukan seorang psikolog dan bukan juga seorang dikter gigi.
Seandainya Berta seorang psikolog, atau dokter gigi, sudah pasti alasan-alasan di atas tak akan pernah  terpikirkan oleh Poltak. Sebab bukankah cinta akan mengubah cara pandang?
Ah, kalau begitu, bukankah amigdala menjadi sangat vital?
Dan bukankah gigi yang sehat penting untuk memperindah senyum penuh cinta?
Kalau begitu, lupakanlah pertanyaan pada judul artikel ini. (eFTe)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H