Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Tragedi Kanjuruhan: Sepakbola sebagai Aksi Sosio-Emosional Massa

3 Oktober 2022   11:57 Diperbarui: 4 Oktober 2022   18:56 1119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana di Stadion Kanjuruhan Malang, seusai kericuhan penonton yang terjadi seusai laga pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 antara Arema FC dan Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022) malam. (KOMPAS.com/SUCI RAHAYU)

Terakhir (Minggu 2/10/2022 sekitar pukul 18.25), Kompas TV melaporkan korban tewas akibat kerusuhan itu tercatat 131 orang. Stadion Kanjuruhan baru saja mencetak rekor kerusuhan terburuk dalam sepakbola modern, sejak tragedi Stadion Nasional Peru (1964) yang menelan korban jiwa 326 orang.

***

Tanpa bermaksud menunjuk hidung pihak yang salah, tragedi Kanjuruhan bisa dijelaskan sebagai konsekuensi pemaknaan sepakbola sebagai bisnis kapitalistik  semata.

Prinsip bisnis kapitalistik adalah mendapatkan manfaat (keuntungan) sebesar-besarnya dengan korbanan (biaya) yang sekecil-kecilnya. 

Perhatikan fakta ini. Kapasitas maksimal Stadion Kanjuruhan 38.000 penonton.  Saat laga derby Arema versus Persebaya, tiket terjual 42.000 lembar.  Stadion over capacity, pendapatan dari penjualan tiket melonjak.

Sementara itu dilaporkan jumlah aparat keamanan di stadion jauh dari kelayakan untuk mengendalikan 42.000 penonton. Terlebih penonton terdiri dari dua kubu yang secara historis terkenal fanatik, garang dan gampang tersulut untuk anarkis. 

Bisa diduga, keterbatasan kekuatan aparat itu berkaitan dengan upaya menekan biaya pertandingan. Dengan maksud untuk meningkatkan penerimaan bersih dari tiket, sponsor, dan iklan.

Juga fakta ini. Polres Malang sudah minta resmi kepada panitia pelaksana agar laga Arema versus Persebaya dimajukan ke pukul 15.30 WiB. Alasannya untuk memudahkan penanganan seandainya terjadi kerusuhan penonton. Ini mengingat kedua tim itu punya basis massa pendukung fanatik yang sangat luas.

Tapi panitia tetap bersikukuh melaksanakan laga malam hari, pukul 20.00 WIB.  Motifnya jelas. Itu prime time siaran televisi. Penonton siaran pasti ramai, iklan akan membanjir, dan itu berarti cuan. 

Jelas bahwa keserakahan telah dimenangkan di atas keamanan dalam laga Arema versus Persebaya. 

Kekhawatiran pihak kepolisian benar-benar jadi kenyataan. Ribuan pendukung fanatik Arema tidak bisa menerima fakta kekalahan tim kesayangannya di kandang sendiri. Mereka kecewa, sakit hati, marah, lalu melompati pagar pembatas untuk kemudian membanjiri lapangan. Mereka ingin minta pertanggungjawaban Arema atas kekalahan yang menyakitkan itu.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun