Sudah sepantasnya pula pemerintah berterimakasih kepada Timnas U-20. Sebab sekelompok anak muda itu telah menyelamatkan pemerintah dari gerudukan rakyat yang kecewa dan marah.
Semua energi negatif dalam diri warga masyarakat telah dilepas sepanjang proses penaklukan Timnas U-20 Vietnam. Dalam proses itu mungkin saja Tim Vietnam itu telah diposisikan penonton Indonesia sebagai presiden dan para menterinya, DPR, kejaksaan, atau kepolisian. Kekalahan Timnas Vietnam itu adalah kemenangan rakyat terhadap kekuasaan yang menekan.Â
Dalam konteks katarsis sosial itu, Timnas U-20 mau tak mau telah menjadi instrumen politik. Lapangan sepakbola menjadi arena politik. Pertandingan sepakbola menjadi permainan politik.
Kini mengertilah kita mengapa harus ada gelaran-gelaran pertandingan sepakbola memperebutkan Piala Presiden atau Piala Gubernur. Juga mengapa ada Ketua PSSI menjadi gubernur. Atau, mengapa ada ketua partai politik menggelar pertandingan sepakbola di masa kampanye pemilu.
Tak hanya di negeri ini, tapi hampir di semua negara di dunia, sepakbola memang telah menjadi katup katarsis sosial. Sebuah rezim yang cerdik tak mungkin tak paham soal itu. Seperti juga sebuah rezim mustahil mengabaikan fungsi sepakbola sebagai instrumen politik.Â
Jadi, jika rakyat tertekan, marah, kecewa, dan benci pada pemerintah, berilah mereka pertandingan sepakbola yang dimenangi tim nasional. (eFTe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H