Lha,bingung, kan? Â Memangnya Pak Jokowi yang dicintai itu membanding-bandingkan "pecinta" Â karo sopo , jal! Â Dengan Pak Probowo, Bu Sri Mulyani, Bu Retno, atau Bu Ida? Â Lha, mereka kan cuma numpang joged di hadapan Pak Jokowi dan Ibu Iriana? Solider. Â Soalnya Pak Jokowi dan Ibu Iriana juga joged sambil duduk di kursi. Itu kaki-kaki kursi sudah dipastikan kuat.
Eh, apakah Pak Wapres ikut joged? Â Ada yang perhatiin gak, ya.
Aku kok gumun, ya. Â Cah cilik nyanyi menghibur kok diperpolitisir (ini kosa kata Orba, lho), ya. Â Mestinya kan, cukup nikmati aja, ikut goyang badane, gitu. Â Ini kan merayakan 77 tahun merdeka. Â Masa sih goyang badan aja gak boleh? Â Kalau gak boleh, terus, definisi merdeka itu yak opo, rek!
Farel "Ojo Dibandingke" kemarin viral, hari ini masih viral, besok masih agak viral, lusa mulai dilupakan, minggu depan ketutup isu baru. Â Begitulah hukum viralitas di media massa dan media sosial.
Hal semacam itu bukan yang pertama. Â Ingat bocah perempuan cilik Avika Siahaan, asli Toba, yang viral gara-gara menyanyikan lagu "Sayur Kol" -- yang dipopulerkan grup musik Batak "Punxgoaran" -- di saluran YouTube tahun 2018? Â
Liriknya -- dengan risiko artikel ini akan dihapus karena kutipan langsung lebih dari 25% -- antara lain sebagai berikut:
Waktu abang pergi ke Siborong-borong
Datang hujan yang amat deraslah
Terkejut abang terheran-heran
Sebab abang belum pernah kesana
Untung datang namboru Panjaitan
Martarombo kami di jalan
Di ajaknya aku ke rumah dia
Makan daging anjing dengan sayur kol
Sayur kol, sayur kol
Makan daging anjing dengan sayur kol
Sayur kol, sayur kol
Makan daging anjing dengan sayur kol.
Lagu "Sayur Kol" -- yang frasa asli "daging kuda" Â telah diganti dengan "daging anjing" -- langsung viral sekaligus kontroversial. Ya, karena penggunaan frasa "daging anjing" Â itulah. Â Sesuatu yang biasalah untuk orang Batak di Tanah Batak sana. Â Tapi menjadi sensitif ketika bergema ke tatataran nasional.
Tahu kenapa sensitif, kan? Â Tahu isu apa yang bisa memicu demo berjulid-julid dan berjilid-jilid, kan? Jangan "kura-kura dalam perahu" lah. (Lagian ngapain pula kura-kura di dalam perahu.)
Nah, saya cuma berpikir, membayangkan, atau apalah, bagaimana jadinya kalau bukan Farel, tapi Avika yang kemarin menyanyikan "Sayur Kol" di hadapan Presiden dan Wakil Presiden?
Bukan mau membandingkan Farel dengan Avika. Â Bukanlah. Â Gak bagus membanding-bandingkan anak kecil. Mereka bukan capres/cawapres. Ini cuma sekadar berpikir merdeka saja. Â Berandai-andai, gitu.
Berpikir merdeka, boleh, kan? Â Sekadar berandai-kata, boleh, kan? Â Atau, kita belum merdeka juga? (eFTe)