Pesan dari para korban Tragedi Bintaro 1987 itulah yang antara lain telah mendasari modernisasi perkereta-apian Jabodetabek masa kini, yaitu:
- Realisasi pembangunan rel ganda untuk jaringan perkereta-apian se-Jabodetabek.
- Realisasi sistem KRL commuter line untuk jaringan perkereta-apian se-Jabodetabek.
- Pengantian seluruh unit kereta api lama dengan unit kereta api baru atau hibah dari Jepang.
- Penerapan sistem tiket elektronik untuk memastikan semua penumpang KRL membayar tiket.
- Pelarangan kegiatan ekonomi informal di kereta api, antara lain mengasong, mengamen, dan mengemis.
Saat beberapa hari lalu melintas di tepi blok pemakaman korban Tragedi Bintaro 1987 itu, terbersit tanya dalam benak, "Bukankah mereka ini sejatinya pahlawan tak dikenal dalam perjuangan pembangunan perkereta-apian nasional?"
Mereka dulu bukan sekedar obyek penumpang bagi bisnis perkereta-apian Jabodetabek yang lazim merugi. Mereka, pada status dan perannya sebagai penumpang, adalah subyek pembangunan perkereta-apian nasional. Penumpang yang setia sampai mati.
Sebab, adakah pembangunan perkereta-apian di dunia ini yang dapat berjalan tanpa peranserta aktif penumpang?
Tapi, pebila para korban Tragedi Bintaro 1987 yang tak dikenal itu adalah pahlawan pembangunan perkereta-apian, Â lantas mengapa PT KAI melupakan mereka?
Saya membayangkan, dalam rangka 77 tahun Indonesia Merdeka, Direksi PT KAI datang ziarah ke Kampung Kandang, Â tabur bunga di makam korban Tragedi Bintaro 1987 pada tanggal 17 Agustus 2022 ini.
Tapi, ah sudahlah, itu mungkin hanya mimpi siang bolong di kuburan. (eFTe)
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H