Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pak Pengacara, Kematian Brigadir J Tak Berkait dengan Perkawinan Ahok

26 Juli 2022   13:51 Diperbarui: 26 Juli 2022   15:46 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
  Pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (21/7/2022).(KOMPAS.com/RAHEL NARDA) 

Di ranah argumen hukum, suatu pernyataan harus didukung dengan fakta yang relevan dan valid dan/atau suatu jurisprudensi. 

Itu sependek pemahaman saya.

Jika tidak demikian, maka suatu pernyataan berpotensi jatuh menjadi argumen yang mengandung kesalahan logika (logical fallacy).

Saya pikir, itulah yang telah terjadi pada pernyataan Kamaruddin Simanjuntak, salah seorang anggora Tim Pengacara Keluarga Brigadir J. 

Ceritanya begini, sejauh yang diberitakan berbagai media daring.

Kepada para pewarta, Kamaruddin memaparkan sebuah kemungkinan skenario pembunuhan Brigadir J. Intisarinya begini:

  1. Brigadir J tahu banyak bahwa Irjen FS selingkuh dengan seseorang perempuan.
  2. Karena itu maka nyawa Brigadir J harus dihabisi.

Sampai di situ, pernyataan Kamaruddin masih bisa diterima secara etika. Walau secara logika berantakan.

Tapi pernyataan Kamaruddin berikutnya menurut saya menabrak  etika dan logika sekaligus. Katanya dia tiba pada dugaan itu karena belajar dari kasus Basuki T. Purnama alias Ahok, mantan Gubernur Jakarta.

Saya ringkaskan pernyataan Kamaruddin berdasar pemberitaan kompas.tv sebagai berikut: (1). 

  1. Ahok menuduh VT, istrinya berselingkuh.
  2. Saat berada di penjara, Ahok mengikat janji perkawinan dengan PND, mantan ajudan VT (saat Ahok menjabat Gubernur Jakarta).
  3. Orang dewasa dan cerdas pasti paham kapan Ahok dan PND pacaran, sehingga mereka kawin saat Ahok di penjara. 
  4. Hal serupa  (dengan kasus Ahok) itulah yang terjadi di Duren Tiga (kediaman Irjen FS).

Dengan pernyataan-pernyataannya itu, Kamaruddin telah melakukan kesalahan logika secara berlapis-lapis.

Saya akan mulai dengan pernyataan pertama: (1) Brigadir J tahu banyak bahwa Irjen FS selingkuh dengan seseorang perempuan; (2) Karena itu maka nyawa Brigadir J harus dihabisi.

Pernyataan itu mengandung dua kesalahan logika sebagai berikut:

  1. Argumentum ad ignorantiam (tidak ada bukti yang cukup). Tidak ada bukti yang valid bahwa Brigadir J tahu banyak bahwa Irjen FS selingkuh dengan seorang perempuan. Karena itu butir (1) pernyataan itu tidak dapat diterima kebenarannya, sekalipun itu sebuah dugaan. Implikasinya, butir (2) pernyataan itu juga salah secara logika.
  2. Argumentum ad populum (merujuk pendapat mayoritas). Kamaruddin kemungkinan besar mendasarkan butir (1) pernyataan itu pada pemberitaan yang santer tentang isu perselingkuhan Irjen FS dengan AKP RY. Isu itu telah menjadi pengetahuan umum, tapi belum tetbukti kebenarannya.

Karena tidak ada fakta yang menjadi dasar atau bukti yang valid, maka Kamaruddin menggunakan metode paralelisme (kesejajaran, kemiripan) untuk menguatkan argumennya.  Untuk keperluan itulah dia mengambil kasus Ahok.

Inti pernyataan Kamaruddin tentang kasus Ahok, sebagai pernyataan kedua: (1) Ahok menuduh VT, istrinya berselingkuh; (lalu) (2) Saat berada di penjara, Ahok mengikat janji perkawinan dengan PND, mantan ajudan VT; (3) Orang dewasa dan cerdas pasti paham kapan Ahok dan PND pacaran; (4) Hal serupa itulah yang terjadi di Duren Tiga. 

Pernyataan Kamaruddin itu mengandung empat kesalahan logika sekaligus yaitu:

  1. Argumentum ad ignorantiam. Tidak ada fakta yang menjadi bukti bahwa Ahok "selingkuh"  dengan PND.  Kamaruddin memang menggunakan kata "pacaran".  Tapi penyejajaran kasus Brigadir J dan kasus Ahok, berawal dari dugaan pada pernyataan pertama yaitu bahwa "Brigadir J tahu banyak bahwa Irjen FS selingkuh dengan seseorang perempuan."  Jadi kata "pacaran" di situ bermakna "selingkuh".  Hanya ada dua fakta yang valid pada kasus Ahok yaitu (1) Ahok bercerai dengan VT, dan (2) Ahok menikah dengan PND.  
  2. Argumentum ad populum.  Pernyataan Kamaruddin tentang kasus Ahok kemungkinan besar didasarkan pada pemberitaan media massa dan media sosial.  Tanpa bukti yang valid, khalayak kemudian menyimpulkan "Ahok menuduh istrinya selingkuh, padahal dia yang sendiri yang selingkuh dan kemudian menikah dengan PND."
  3. Argumentum ad verecundiam (berdasar otoritas). Pernyataan (bentuk kelimat tanya) Kamaruddin tentang "kapan Ahok pacaran dengan PND" dikuatkan dengan otoritas orang "dewasa dan cerdas".  Implisit, Kamaruddin menggiring orang untuk percaya ada "masa pacaran antara Ahok dan PND sebelum Ahok masuk penjara". Jika seseorang tak percaya akan hal itu, maka dia "tidak dewasa dan tidak cerdas."   Kamaruddin di situ hendak mengatakan bahwa pendapat "orang dewasa dan cerdas" pasti benar, seperti halnya dirinya sendiri.
  4. Argumentum ad hominem (menyerang pribadi). Kamaruddin telah menyerang pribadi Ahok dengan pernyataan "(Kapan) Ahok dan PND pacaran" dan "Hal serupa (kasus Ahok) terjadi di Duren Tiga (kasus Brigadir J.).  Dia sebelumnya menduga "Irjen FS selingkuh dengan seseorang".  Lalu dia bilang hal itu seperti  "Ahok yang selingkuh dengan seorang perempuan." Selain tidak logis, pernyataan tersebur sekaligus tidak etis karena berpotensi mencemarkan nama baik Ahok.

Dengan empat kesalahan logika tersebut, maka pernyataan Kamaruddin tentang kasus perkawinan Ahok tidak dapat diterima sebagai sebuah argumen yang logis dan benar.

Penilaian kelogisan pernyataan-pernyataan Kamruddin kemudian bisa dismpulkan sebagai berikut:

  1. Pernyataannya tentang kasus kematian Brigadir J mengandung kesalahan logika.  Tak ada bukti bahwa (1) Irjen FS selingkuh dengan seseorang, (2) Brigadir J tahu Irjen FS selingkuh, dan (3) Brigadir J dibunuh karena tahu Irjen FS selingkuh.
  2. Pernyataannya tentang kasus perkawinan Ahok mengandung kesalahan logika. Tidak ada bukti bahwa Ahok telah pacaran (baca: selingkuh) dengan PND sewaktu Ahok belum masuk penjara.  Juga tak ada bukti bahwa karena Ahok selingkuh dengan PND, maka dia menuduh istrinya VT selingkuh.
  3. Kasus kematian Brigadir J tidak memiliki kesejajaran atau kemiripan dengan kasus perkawinan Ahok.  Kasus Brigadir J adalah kasus pembunuhan (ranah pidana), sedangkan kasus Ahok adalah kasus perkawinan (ranah perdata). Karena itu penggunaan metode paralelisme oleh Kamaruddin adalah sebuah kesalahan metodologis, dan karena itu juga kesalahan metodologis.

Bisa disimpulkan bahwa Kamaruddin telah berusaha membangun sebuah narasi baru, kebalikan dari narasi awal dari kepolisian, tentang kasus kematian Brigadir J.  

Narasi awal dari kepolisian mengatakan Brigadir J (mungkin) selingkuh dengan atau (mungkin) berbuat tak senonoh pada PC, istri Irjen FS, dan karena itu dia tewas ditembak Bharada E yang melindungi PC dan dirinya sendiri.

Narasi baru yang hendak dibangun Kamaruddin, atau Tim Pengacara Keluarga Brigadir J. mengatakan bahwa Brigadir J. (mungkin) tahu bahwa Irjen FS selingkuh dengan seseorang dan, karena itu, nyawa Brigadir J dihabisi.

Sebenarnya tidak ada salahnya jika Tim Pengacara membangun sebuah narasi kasus yang bertolak-belakang dengan narasi kepolisian. Kerja pengacara memang begitulah. Mematahkan narasi polisi, bukan justru mengamininya.

Masalahnya, narasi baru itu harus dibangun dengan argumentasi yang logis dan kukuh. Logika yang dibangun harus didukung dengan fakta yang valid, terpercaya.  

Harus diingat kasus kematian Brigadir J. berada di ranah hukum positif. Karena itu setiap argumentasi hukum yang dinyatakan dalam rangka kasus itu, harus didukung oleh data atau fakta yang positivistik. Terbukti dan teruji kebenarannya.

Kamaruddin menurut saya gagal mengemukakan argumen yang logis dan kukuh pada saat membuat paralelisme antara kasus kematian Brigadir J dan kasus perkawinan Ahok.  Bukan saja tidak logis, seperti telah ditunjukkan di atas, tapi juga tidak etis karena berpotensi pencemaran nama baik.

Tentang hal terakhir ini, pihak Ahok telah menyampaikan somasi kepada Kamaruddin untuk minta maaaf dalam 2 x 24 jam. Jika tidak, maka kasus tersebut akan dilaporkan kepada polisi sebagai kasus pencemaran nama baik.

Kamaruddin saya pikir kini dihadapkan pada sebuah dilema.  Jika dia mengaku salah dan minta maaf, maka khalayak mungkin akan meragukan kompetensinya sebagai pengacara.  Jika dia tidak meminta maaf dan dengan demikian kasus ini naik ke kepolisian dan pengadilan, maka hal itu bisa berdampak negatif pada reputasinya sebagai pengacara.

Orang Batak selalu bilang, "Jolo didilat bibir asa nidok hata", jilat bibir dulu sebelum bicara.  Maksudnya, setiap pernyataan mesti ditimbang cermat aspek logika dan etikanya, agar tak menjadi bumerang yang menghajar diri sendiri.

Mudah-mudahkan saja pernyataan Kamarudin yang tak logis dan tak etis itu bukan pencerminan kompetensi Kamaruddin. Juga bukan pencerminan kompetensi  Tim Pengacara Keluarga Brigadir J. secara keseluruhan.  

Sebab jika hal itu pencerminan kompetensi, maka sangat sulit berharap Tim Pengacara mampu memperjuangkan keadilan yang selayaknya untuk  Brigadir J.  dan keluarganya. (eFTe)

Sumber:

(1) "Ahok Siap Perkarakan Pengacara Keluarga Brigadir J, Ramzy: Kamaruddin Mencemarkan Nama Baik Pak BTP", kompas.tv, 25 Juli 2022, 12:56 WIB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun