Asyik kalau anak gadisnya yang melayani. Tinggal menyapa "Neng Geulis", dengan suara serak-serak basah, porsi sayur otomatis diperbanyak. Atau dipilihkan potongan tahu/tempe/daging yang terbesar. Lumayan, kan?
Kisaran total bon makan Poltak pada awal 1980-an adalah Rp 15,000-20,000 per bulan. Sebab kisaran harga makanan per porsi adalah Rp 250 (nasi, sayur, tahu/tempe/ikan asin) sampau Rp 500 (lauk daging). Harus pintar mengatur menu sendiri.
Setelah dipotong untuk bayar utang makan, maka Poltak masih punya saldo uang saku Rp 10,000-15,000.Â
Saldo itu harus diatur lagi alokasinya untuk berbagai keperluan. Semisal beli diktat, fotokopi soal ujian, jajan (es doger/bakso/bubur kacang ijo), ongkos bemo/angkot, kolekte gereja, nonton bioskop, beli paracetamol, dan lain-lain.
Diktat dan buku ajar lungsuran dari kakak kelas. Ini bisa menghemat banyak pengeluaran. Daripada beli diktat/buku ajar sekali pakai, Poltak memilih untuk mencari lungsuran kakak kelas. Toh isinya sama saja, cuma tampilannya saja kumal dan penuh coretan. Coretan itu biasanya tambahan penjelasan.Â
Di sinilah antara lain manfaat jaringan sosial seasal. Kakak kelas atau senior dalam jaringan itu lazimnya murah hati mewariskan diktat/buku ajar kepada adik kelas atau juniornya.
Tapi tentu saja Poltak harus pro-aktif menyambangi kakak kelas/seniornya. Bertanya sekiranya ada diktat/buku ajar yang bisa dilungsurkan. Atau mencari tahu sekiranya ada senior lain yang punya.Â
Pokoknya, malu bertanya sesak napas. Alamat keluar banyak duit untuk beli diktat/buku ajar.
Bergaul dengan mahasiswa etnis lain. Merantau itu kesempatan menjadi Indonesia seutuhnya. Sebab bertemu dalam satu "belanga" dengan teman-teman dari etnis dan agama lain. Itu membuat wawasan lebih terbuka dan hidup lebih berwarna.
Begitulah. Poltak tak mau menyia-nyiakan kesempatan menjadi "100% Batak 100% Indonesia". Dia bergaul dengan sesama mahasiswa etnis Sunda, Jawa, Minang, Aceh, Makasar, Dayak, Ambon, NTT, dan lain-lain. Banyak nilai-nilai kehidupan yang dipelajarinya dari mereka.
Dari mahasiswa etnis Jawa khususnya, Poltak belajar tentang ketekunan dan keliatan. Angka IQ bisa pas-pasan, tapi ketekunan dan keliatan akan mengantar pada peningkatan penguasaan materi perkuliahan. Itu kiat terhindar dari status mahasiswa "residivis" (pengulang) atau drop-out (DO).