Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kata Etzioni, Begini Pola Keterlibatanmu di Kompasiana

27 Juni 2022   14:16 Diperbarui: 27 Juni 2022   16:51 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menulis di Kompasiana (Dokpri)

"Mengapa kamu masih bertahan di Kompasiana?" Seseorang bertanya kepadamu. Lantas, apa jawabanmu?  

Mungkin kamu akan menjawab, "Karena aku senang berbagi buah pikiran dengan sesama. Kompasiana wadah yang tepat untuk itu."

Atau, "Aku betah di Kompasiana karena ada imbalannya. Ada uang K-Rewards. Ada juga sekadar merchandise atau piagam."

Barangkali di antara kamu juga ada yang menjawab, "Yah, aku bertahan di Kompasiana karena terpaksa." Lho, kok bisa. 

Apapun jawabanmu, kata Amitai Etzioni, seorang sosiolog Israel-Amerika, bisa dimasukkan ke dalam satu dari tiga pola keterlibatan atau peranserta berikut: alienatif, kalkulatif, atau moral. 

Seperti apa itu, saya akan terangkan di bawah ini.

***

Dalam buku klasiknya, Modern Organizations (Prentice-Hall,1964), Etzioni merumuskan teori "kepatuhan dalam organisasi" (compliance theory). Merujuk pendekatan tipe ideal Max Weber, dia membedakan organisasi berdasar tipe kekuasaan di dalamnya. Setelah itu dia menunjukkan tiga tipe kepatuhan atau keterlibatan anggota yang selaras (congruent) dengan masing-masing tipe organisasi tadi.

Tepatnya begini.  Kata Etzioni terdapat tiga tipe organisasi menurut pola  kekuasaan di dalamnya.

Pertama, organisasi dengan kekuasaan yang bersifat kursif atau pemaksaan/kekerasan (coercive power). Misalnya penjara, kamp konsentrasi,  dan rumah sakit jiwa. Rasanya tidak ada orang yang sukarela masuk penjara, kamp konsentrasi, atau  RSJ, bukan?

Kedua, organisasi dengan kekuasaan yang bersifat remuneratif atau utilitarian. Misalnya perusahaan dan instansi pemerintah. Apakah ada yang mau kerja di suatu perusahaan atau instansi pemerintah tanpa terima gaji?  

Ketiga, organisasi dengan kekuasaan yang bersifat normatif.  Misalnya gereja dan masjid. Ada yang terpaksa atau berhitung untung-rugi untuk menjadi anggota suatu agama?

Nah, pola keterlibatan (kepatuhan) anggota akan berbeda menurut tipe kekuasaan pada organisasi itu.  Begini pola keterlibatan yang bersesuaian.

Kursif - Alienatif. Jika kekuasaan organisasi bersifat pemaksaan, maka pola keterlibatan anggotanya bersifat alienatif.  Merasa bukan bagian dari organisasi itu. Bawaannya mau kabur melulu.  Kabur dari penjara, kamp konsentrasi, RSJ, atau dari perusahaan yang mempekerjakan karyawan tanpa gaji yang layak.   Ada yang pernah mengalami?

Remuneratif - Kalkulatif. Jika kekuasaan organisasi bersifat remuneratif, maka pola keterlibatan anggotanya bersifat kalkulatif.  Akan dihitung untung vs rugi, atau manfaat vs mudarat.  Jika untung/manfaat lebih besar dari rugi/mudarat, maka anggota akan terlibat.  Jika sebaliknya, maka kabur ke organisasi lain.  Ini menjelaskan karyawan yang suka pindah-pindah perusahaan. Atau CPNS yang mengundurkan diri.

Normatif - Moral. Jika kekuasaan organisasi bersifat normatif, maka pola keterlibatan anggotanya bersifat moral.  Semisal seorang umat Katolik rajin ikut Perayaan Ekaristi setiap hari Minggu, tentu bukan karena dipaksa pastor atau mendapat honorarium, tapi semata karena dorongan moral.  Hal serupa bisa dikatakan tentang seorang Muslim yang rajin shalat lima waktu.

Nah, dengan menerapkan teori kepatuhan di atas, kita bisa mengungkap pola keterlibatan kompasianer di blog sosial Kompasiana. Silahkan dikira-kira sendiri dulu, sebelum membaca paparan di bawah.

***

Sudah bisa menyimpulkan pola keterlibatanmu di Kompasiana?

Kita harus mulai dengan menentukan Kompasiana itu tipe organisasi yang mana. Organisasi dengan kekuasaan bersifat memaksa, remuneratif, atau normatif?

Tentu kita sepakat Kompasiana adalah organisasi yang bersifat remuneratif, bukan?  Entah itu remunerasi ekonomi, sosial, ataupun psikologis. Atau ada yang menganggap Kompasiana semacam penjara, RSJ, atau kamp konsentrasi? Atau mungkin ada yang menganggap Kompasiana semacam agama atau religi?

Nah, jika Kompasiana adalah organisasi dengan kekuasaan bersifat remuneratif -- dan itu artinya organisasi bisnis -- maka pola keterlibatan yang sepadan bagi kompasianer adalah kalkulatif. Ada hitungan untung/rugi atau manfaat/mudarat.  

Jelasnya, jika menulis di Kompasiana dinilai lebih menguntungkan atau bermanfaat, dibanding di situs lain, atau tak menulis sama sekali, maka kamu akan bertahan atau setia terlibat sebagai kompasianer aktif. 

Sebab dengan menulis di Kompasiana, kamu misalnya bisa mendapat imbalan uang (K-Rewards, hadiah kompetisi blog), merchandise, buku, dan aneka bentuk penghargaan lain.  Itu yang bersifat langsung.  

Mungkin ada juga manfaat yang bersifat tidak langsung. Misalnya karena artikelmu di Kompasiana, maka kamu diundang jadi narasumber.  Itu ada honornya, bukan?

Dengan keterlibatan kalkulatif semacam itu, maka sebenarnya tidak logis jika ada kompasianer yang bilang tidak memperoleh manfaat apapun dari keterlibatan aktifnya di Kompasiana.  Sebab jika tak ada manfaat, entah itu ekonomi, sosial, maupun psikologis, mustahillah bertahan di Kompasiana.  Mestinya dia sudah kabur ke situs lain, seperti dilakukan banyak kompasianer generasi pertama.

Juga agak aneh, walau mungkin ada, bila kompasianer  bilang bertahan terlibat di Kompasiana karena alasan moral.  Memangnya norma sosial apa yang diperjuangkan Kompasiana? Kompasiana kan organisasi bisnis, bukan organisasi agama atau voluntir. Jika ada norma yang diusung oleh Kompasiana, maka itu adalah norma-norma bisnis yang sehat.

Juga aneh jika ada kompasianer yang merasa terpaksa terlibat aktif di Kompasiana.  Lha, keanggotaan di Kompasiana kan bersifat terbuka dan sukarela.  Tak ada paksaan.  Kecuali jika ada/mahasiswa yang terpaksa menayangkan tulisannya di Kompasiana karena diwajibkan guru/dosen.

Sampai di sini, sudah jelas, bukan?

***

Nah, sekarang kita mungkin boleh sepakat akan dua hal berikut ini.

Pertama, Kompasiana adalah organisasi bisnis dengan pola pelancaran kekuasaan yang bersifat remuneratif/utilitarian. 

Karena itu Admin Kompasiana akan selalu berusaha mengikat kompasianer dengan menawarkan sejumlah manfaat ekonomi, sosial, psikologis, dan teknis yang mungkin diraih oleh kompasianer. Termasuk kenyamanan, keamanan, dan kemudahan aktivitas blogging di Kompasiana. Semua ikhtiar dan upaya dari Admin berorientasi ke situ.

Kedua, Kompasianer adalah anggota Kompasiana yang terlibat aktif menulis artikel berdasar pertimbangan kalkulatif.  

Kompasianer adalah "manusia rasional", selalu akan menimbang untung/rugi atau manfaat/mudarat dari keterlibatannya menulis artikel di Kompasiana. Sekali lagi, untung/rugi atau manfaat/mudarat di sini tak semata bersifat ekonomi.  Sebab kalau ukurannya semata imbalan ekonomi, banyak kompasianer yang mengalami defisit dalam kegiatan berkompasiana.

Dua hal di atas punya konsekuensi logis. Di satu pihak, Admin Kompasiana harus selalu berupaya berinovasi membuka ruang manfaat yang yang semakin besar dan luas bagi kompasianer.  Di lain pihak, kompasianer juga harus selalu berinovasi untuk menghasilkan artikel-artikel "bernilai tinggi", yang memungkinkannya mendapatkan manfaat optimal.

Setuju? Jika tak setuju, tentu kamu berpikir tentang kemungkinan lain.  Bisa menjelaskannya kepada kami? (eFTe).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun