Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Nasihat untuk Karyawan Tua

14 Mei 2022   06:46 Diperbarui: 14 Mei 2022   10:02 1698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi karyawan tua (Foto: Freepik via geriatri.id)

"Hei, para karyawan tua, kita boleh pensiun, tapi jangan berhenti kerja!"

Sudah nonton film The Intern? Kalau belum, tontonlah. Itu film bagus.

Film itu berkisah tentang Ben Whittaker (Robert DeNiro), duda usia 70 tahun, sudah beranak-cucu, seorang pensiunan yang ogah nganggur. 

Dia kemudian melamar dan diterima menjadi karyawan magang senior di "About the Fit", perusahaan mode daring. Jules Ostin (Anne Hathaway), CEO perusahaan itu semula skeptis pada Ben.

Tapi Ben berhasil membuktikan diri sebagai karyawan yang punya integritas, profesionalitas, dan loyalitas tinggi. Kerja lebih awal, kerap lembur, dan rapi.

Tidak hanya membereskan pekerjaan kantor, Ben juga membantu Jules, bosnya, mengatasi masalah pribadi dan keluarga. Antara lain merujukkan Jules dengan Matt (Anders Holm), suaminya yang selingkuh.

Ben boleh kalah muda untuk perusahaan daring yang dianggap domein kaum muda. Tapi sikap bijak dan dewasa dalam menjalani pekerjaan dan dalam mengatasi masalah, hanya bisa dibayar dengan usia tua.

Itu disebut tacit knowledge, kemampuan intuitif yang khas. Sesuatu yang tak bisa diajarkan, tapi dapat diperoleh dan dikuasai lewat pembelajaran sepanjang proses kerja.

***

Pembelajaran sepanjang proses kerja adalah sebuah proses mental. Sesuatu yang berangkat dari kesadaran, minat, penilaian, uji coba, sampai kemudian penerimaan sebagai tacit knowledges. 

Itu jika uji coba sukses. Jika gagal, ya, mesti eksplor kemungkinan lain.

Maksud saya begini. Pembelajaran sepanjang proses kerja adalah salah satu pilihan. Ada pilihan lain yaitu menjalani pekerjaan semata sebagai rutinitas fungsional.

Jika pilihan terakhir ini diambil, maka suatu ketika karyawan akan menjadi "onderdil aus". Pensiun, lalu teronggok seterusnya. Mau seperti itu?

Hei, para karyawan tua. Kita memang pensiun pada waktunya. Tapi itu tak berarti kita berhenti bekerja. Jangan sampai begitu.

Izinkan saya berbagi pengalaman seorang teman, mantan karyawan tua, sebut saja namanya Poltak. Sekadar ilustrasi untuk memperjelas kerja sebagai pembelajaran.

Poltak memasuki dunia kerja di perusahaan, tepatnya sebuah perusahaan agribisnis pangan, pada usia menjelang 50 tahun. Sebelumnya dia berkutat dengan rutinitas seorang PNS pengajar Sosiologi.

Poltak tak ingin hidupnya berakhir sebagai pensiunan PNS semata. Itu alasannya, jika kamu tanya mengapa dia beralih kerja ke dunia usaha.

Pertanyaan utama yang harus dijawab Poltak, apa yang harus dilakukan seorang sosiolog di lingkungan perusahaan agribisnis pangan?

Belajar. Ya, betul, belajar. Dan Poltak harus menjadi pembelajar cepat. Mengikuti langgam proses-proses bisnis yang serba cepat.

Berdasar keputusan direksi, Poltak telah menduduki ragam posisi sepanjang masa kerjanya di perusahaan. 

Beginilah dia menjalani pekerjaan di berbagai posisi itu sebagai proses pembelajaran tiada henti.

Staf Ahli. Dua tahun pertama Poltak ditugaskan sebagai staf ahli direksi. Pada posisi itu, Poltak mempelajari semua bidang aktivitas bisnis. Mulai dari produksi, pemasaran, keuangan dan akuntansi, sumberdaya manusia, investasi, dan litbang 

Untuk meluaskan pengetahuan dan wawasan, dia membaca buku-buku bisnis dan manajemen. Antara lain karangan Peter Drucker, Michael Porter, Stephen Covey, dan Jim Collins. 

Dua tahun menjadi staf ahli, Poltak berupaya membangun pengetahuan tentang sosiologi (organisasi) agribisnis.

Riset Produk. Pada tahun ketiga, Poltak mulai ditugaskan pada posisi struktural. Dia menjadi kepala kantor riset. 

Itu kesempatan belajar strategi pengembangan bisnis untuknya. Sebab riset inovatif berfungsi strategis sebagai penentu arah dan fokus perkembangan bagi perusahaan. Khususnya terkait penciptaan dan pengembangan produk.

Perencanaan Bisnis. Pada tahun kelima Poltak beralih posisi. Dia menjadi kepala divisi perencanaan dan pengembangan bisnis strategis. Sekali lagi, pada posisi itu dia dituntut nempelajari proses bisnis di semua bidang.

Disamping itu dia juga memacu diri untuk mempelajari perencanaan bisnis. Mulai dari analisis SWOT, keunggulan, manfaat, dan risiko, KIP, investasi, neraca, GCG, model bisnis, dan lain sebagainya. Hal-hal baru baginya.

Perencanaan dan Produksi. Pada tahun ketujuh, mengisi kekosongan jabatan, Poltak diminta merangkap jabatan kepala divisi produksi. Rangkap jabatan itu dimanfaatkannya untuk mempelajari gap antara perencanaan dan pelaksanaan operasional di lapangan.

Juga sekaligus mencari solusi menutup gap itu secara langsung. Jadinya semacam action research, melaksanakan program sekaligus mengoreksinya di lapangan untuk menghindari risiko gagal atau rugi. 

Renbang Bisnis dan Aset. Pada tahun kedelapan sampai pensiun, Poltak kembali fokus pada perencanaan dan pengembangan bisnis dan aset. Pengembangan aset secara khusus memaksanya untuk belajar investasi pengembangan aset.

Salah satunya adalah investasi pembangunan pabrik-pabrik baru di sejumlah daerah. Untuk menyusun rencana dan mengawal pelaksanaannya, Poltak harus mempelajari teknis permesinan (pengolahan) dan konstruksi bangunan.

Juga mesti terlibat dalam proses tender dan pengawalan hukum. Yang terakhir ini dimaksudkan untuk menekan risiko hukum, khususnya korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Pensiun dan Staf Ahli. Pada saat Poltak pensiun tiga tahun lalu, perusahaan mengalami kesulitan menemukan orang yang tepat untuk menduduki posisi kepala divisi renbang.

Staf yang dikader Poltak menolak duduk di posisi itu. Alasannya, renbang sulit, rumit, njlimet. Otaknya gak kuat, katanya. Soalnya harus menguasai data semua bidang bisnis perusahaan, dan memahami konteks perkembangan bisnis nasional dan global.

Masalahnya, Poltak memang kurang berhasil menurunkan tacit knowledge renbang kepada bawahannya. Bukan sepenuhnya kesalahan Poltak dan bawahannya. Tapi nature dari tacit knowledge renbang memang tak bisa sepenuhnya diajarkan. Dia hanya mungkin diperoleh dan dikuasai melalui proses kerja yang dijalani sebagai pembelajaran.

Sadar akan masalah senjang tacit knowledge renbang itu, direksi memutuskan mempertahankan Poltak pada status staf ahli berdasar kontrak profesional. Tugasnya mendampingi kepala renbang dan menangani pengembangan perusahaan dan bisnis. 

Tugas terakhir ini mencakup restrukturisasi perusahaan (bisnis, keuangan, organisasi) dan negoisasi investasi asing. Hal terakhir ini sepenuhnya baru untuk Poltak. Memaksanya untuk belajar seluk-beluk kerjasama investasi asing.

***

Pensiunan gak ade matinye! Itu nasihat utama, pesan inti, yang hendak saya sampaikan kepada rekan-rekan karyawan tua dan pensiunan.

Seperti Ben yang fiktif dan Poltak yang faktual, tacit knowledge karyawan tua dan pensiunan, termasuk kearifannya, sangatlah diperlukan karyawan muda. Orang muda mungkin tahu banyak hal, tapi melakukan sedikit. Sebaliknya karyawan tua dan pensiunan mungkin tahu sedikit hal, tapi melakukan banyak. 

Komunikasi antara dua generasi itu akan menghasilkan gagasan-gagasan inovatif dan progresif. Tipe gagasan yang diperlukan untuk mendukung kemajuan usaha.

Sekaligus, komunikasi itu juga akan membantu karyawan muda untuk membangun tacit knowledge sendiri. Dengan dampingan dari karawan tua atau pensiunan yang dikaryakan.

Tapi ada satu syarat yang harus dipenuhi oleh karyawan tua dan pensiunan. Proses bekerja di perusahaan itu harus dilakoni sebagai proses pembelajaran bisnis tiada henti.

Seperti sudah saya singgung di atas, menjadi pensiunan yang aktif kerja atau yang teronggok di kursi roda adalah pilihan. Itu telah ditetapkan saat melakoni proses kerja: apakah sebagai rutinitas semacam fungsi onderdil mesin, atau sebagai proses pembelajaran yang senantiasa memudakan otak?

Saya berharap, wahai para karyawan tua dan pensiunan, pilihanmu adalah kerja sebagai pembelajaran. (eFTe)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun