Di Kompasiana persahabatan bukan lagi interaksi sosial di dunia nyata, melainkan interaksi sosial di dunia maya. Interaksi sosial anpa pertemuan lahiriah, tetapi dengan pertemuan mental yang intens. Kita bisa bersahabat akrab dengan seseorang yang tidak pernah kita kenal secara lahiriah.
Begitulah saya memahami persahabatan dengan Mas Jati di Kompasiana sejak 2015. Dia adalah pembaca dan penanggap setia artikel-artikel saya. Saya adalah pembaca dan penanggap setia artikel-artikelnya. Kami berdua bersenang-senang.
Saya sempat menulis sekurangnya tiga artikel humor untuk "merisak" (dalam arti roasting) Mas Jati. Begitulah caraku mengartikulasikan kedekatan batiniah dengannya. Dan hal itu semakin mengakrabkan kami di Kompasiana.
"Sesadis" apa pun saya merisaknya, juga oleh teman-teman sepantaran, Mas Jati tak pernah tersinggung, apalagi sakit hati. Fakta bahwa artikelnya nyaris tak pernah diganjar AU, dan kesetiaannya pada centang hijau, sudah diterima sebagai bahan lelucon  di Kompasiana. Itu telah menjadi jenama untuknya.
Karena itu saya punya keyakinan, Mas Jati berpulang bukan karena ternakan sakit batiniah. Dan sakit lahiriahnya hanyalah jalan untuk mengantarnya menuju kedamaian abadi di rumah-Nya. Maha Kasih Engkau, ya, Tuhan.
Saat menyudahi obituari ini, saya tetiba teringat akan para anumerta yang mendapatkan kenaikan pangkat satu tingkatan setelah berpulang. Â
Lalu saya teringat, dalam aturan Kompasiana tidak ada larangan bagi Admin untuk menaikkan status kompasianer almarhum satu tingkat, dari centang hijau ke centang biru.
Bukankah itu sebuah penghargaan yang layak bagi Mas Jati, yang telah menghibur dan mencerdaskan kita sepanjang periode 2015-2021 tanpa henti? (eFTe)
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H