Yang jelas, sejarah mencatat Pilatus  menjadi gubernur daerah jajahan di Yudea selama 10 tahun saja (tahun 26-36). Misalkan satu periode 5 tahun, berarti cuma 2 periode saja, bukan? Ya, sudah untunglah gak dipecat Kaisar Tiberius di tengah periode kedua. Â
Terlalu sedikit catatan tentang Pilatus sehingga tak banyak yang diketahui tentangnya. Dari sedikit catatan itu, diketahui Pilatus adalah gubernur yang gemar menerapkan pendekatan militeristik. Membungkam unjuk rasa rakyat Yudea dengan kekuatan tentara Romawi.
Sepertinya pendekatan militeristik itu memang khas daerah jajahan. Indonesia di era pejajahan Belanda juga begitu, bukan. Â Mungkin para Gubernur Jenderal Hindia Belanda dulu belajar dari sejarah Pilatus.
Tapi warisan terbesar Pilatus bagi para pejabat pemerintahan tentu saja bukan pendekatan militeristik, melainkan laku "cuci tangan" (lepas tanggung-jawab). Â Setidaknya itulah yang kerap dipertontonkan para pejabat di negeri tercinta ini.
Padahal, dari Kisah Sengsara Kristus, yang dipanggungkan setiap Perayaan Paskah, ada laku yabg semestinya diteladan oleh para pejabat negeri, yaitu laku "cuci kaki sesama" (kewajiban pemimpin menjadi pelayan bagi sesama/rakyat). Yesus telah melakukan itu kepada para muridnya saat Perjamuan Terakhir.
Tapi, laku "cuci tangan sendiri" ala Pilatus memang lebih mudah diteladan ketimbang laku "cuci kaki sesama" ala Yesus Kristus. Begitulah tabiat manusia, cenderung cari aman sendiri. (eFTe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H