Penanganan pandemi Covid-19 itu tanggungjawab segenap komponen bangsa. Bukan tanggungjawab pemerintah saja. Seakan-akan rakyat boleh berpangku tangan.
Gereja kami, Gereja Katolik, adalah salah satu komponen pembentuk bangsa ini. Karena itu padanya melekat tanggungjawab pembangunan bangsa. Termasuk dalam urusan penanganan ragam masalah.
Pedoman Gereja Katolik Indonesia itu sederhana. Sesuai norma yang diajarkan Yesus: "Berikan kepada Tuhan apa yang menjadi hak Tuhan, dan kepada kaisar apa yang yang menjadi hak kaisar".
Untuk konteks Indonesia, Mgr. Albertus Sugijapranata, SJ telah merumuskannya begini: "Seratus persen Katolik, seratus persen Indonesia". Implikasinya, tidak akan ada konflik antara Gereja Katolik Indonesia dan Bangsa/Negara Republik Indonesia. Â
Yang ada, sebaliknya, Gereja Katolik mendukung kemajuan bangsa/negara ini. Ajaran Gereja Katolik menjadi inspirasi dalam upaya memberikan dukungan itu. Bukan menjadi aspirasi yang justru berpotensi menimbulkan gesekan dan benturan.
***
Saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia, Gereja Katolik Indonesia meresponnya dengan mengambil langkah-langkah penanganan yang sinkron dengan kebijakan dan progran pemerintah. Saat pemerintah membentuk satgas atau tim penanganan Covid-19 di tingkat pusat sampai daerah, Gereja Katolik juga membentuk  Satgas Covid di tibgkat keuskupan sampai paroki dan stasi.  Â
Satgas Covid di lingkungan Gereja Katolik itu bertugas memantau, mengevaluasi, dan mengambil langkah-langkah preventif terkait pandemi Covid-19 khusus di lingkungan gereja dan umat Katolik. Pedomannya adalah kebijakan dan program pemerintah terkait penanganan pandemi Covid-19.Â
Untuk memberi gambaran kongkrit, saya akan membagikan pengalaman di Paroki Santa Perawan Maria Ratu, Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Â Saya salah seorang umat di paroki yang berpusat di Gereja Santa, Blok Q, Jakarta Selatan ini.
Saya ingat, pada bulan-bulan pertama pandemi Covid-19 tahun 2020, pastor selebran Misa atau Perayaan Ekaristi selalu mengingatkan umat agar mematuhi prokes yang dianjurkan pemerintah. Selalu pakai masker, cuci tangan, dan jaga jarak.Â
Menyesuaikan dengan prokes itu, sesuai saran satgas, Pastor Kepala Paroki meniadakan beberapa unsur dalam Perayaan Ekaristi. Antara lain meniadakan air suci di pintu gereja dan menghentikan tradisi bersalaman saat ritus Salam Damai. Lalu, seusai perayaan, umat diminta langsung pulang, tidak ngobrol-ngobrol dulu.
Ketika pandemi kemudian melonjak, dan pemerintah menerapkan kebijakan PPKM, dan anjuran tinggal di rumah dan bekerja dari rumah (WFH), Paroki/Gereja Santa -- sesuai kebijajan KAJ -- menghentikan Misa Offline dan menerapkan Misa Online, secara live streaming dari Gereja Santa.
Misa Online itu, bagaimanapun, Â terasa aneh dan kurang khidmad, karena tak menyambut Hosti Kudus secara fisik. Terasa ada yang hilang, kebersamaan umat sebagai tubuh Gereja. Terutama saat Musa Paskah dan Musa Natal 2020. Â Tapi itulah korbanan yang harus dibayarkan demi mencegah gereja menjadi klaster penyebaran Covid-19.Â
Memasuki tahun 2021, ketika level pandemi dan PPKM Â mulai turun, Paroki Santa -- juga gereja lain di KAJ -- mulai menerapkan Misa Hybrid, Offline dan Online. Â Misa Offline diorganisir berbasis data BIDUK (Basis Integrasi Data Umat Keuskupan), semacam data kependudukan khusus Gereja Katolik.Â
Hanya umat yang namanya tercatat dalam BIDUK boleh mendaftar ikut Misa Offline lewat aplikasi belarasa.id. Jika memenuhi syarat, maka umat akan mendapatkan tiket untuk ikut Misa di gereja. Kapasitas yang disediakan hanya 30 persen, atau 240 orang. Kelompok usua rentan, lansia dan anak-anak, belum diperbolehkan ikut.
Pelaksanaan Misa Offline itu ketat, selalu dipantau dan dievaluasi Satgas Covid-19 paroki. Jika status satu lingkungan atau wilayah sub-paroki ditetapkan pemerintah "merah", maka umat dari lingkungan/wilayah itu akan diblok di belarasa.id, sehibgga tak bisa mendaftar Misa Offline.Â
Prokes di gereja juga diberlakukan ketat. Wajib ukur suhu tubuh, verifikasi tiket di gerbang gereja, lalu cuci tangan sebelum masuk. Di dalam gereja, satu bangku hanya boleh diisi 4-5 orang. Saat menyambut Hosti Kudus, jarak antar orang dalam barisan munimal satu meter. Koor gereja juga ditiadakan, diganti dengan dua atau tiga irang solis saja.
Ketika pandemi Covid-19 varian Delta melonjak pada pertengahan  2021, Misa Offline sempat dihentikan. Syukur pada Tuhan, berkat sinergi pemerintah dan masyarakat, serangan Delta mereda sehingga Misa Offline bisa dilaksanakan lagi. Misa Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 bisa dilaksanakan secara offline, dengan kapasitas 30 persen.
Memasuki tahun 2022, lansia diizinkan mengikuti Misa Offline. Dengan syarat sudah menerima vaksin covid dua dosis. Bukti sertifikat vaksinasi harus dilaporkan dan dimasukkan ke BIDUK; syarat ini berlaku juga untuk non-lansia.Â
Selain mendaftar di belarasa.id, umat yang ikut misa Offline juga wajib menggunakan aplikasi PeduliLindungi. Itu artinya semua umat yang mengikuti Misa Offline sudah harus mendapat dua dosis vaksin dan harus mendaftar ke aplikasi belarasa.id.
Memasuki  Minggu Prapaskah 2022 (Maret), seiring dengan mulai meredanya pandemi Covid-19, anak-anak diizinkan untuk ikut Misa Offline. Kontrol untuk sebagian dipercayakan pada umat: jika merasa tidak sehat, jangan ikut misa offline.Â
Lalu, memasuki Minggu Suci, sejak Minggu Palma (10/4), Kamis Putih (14/4), Jumat Agung (15/4), Sabtu Suci (16/4), sampai Minggu Paskah (17/4), Â kapasitas Misa Offline dinaikkan menjadi 50 persen. Umat yang tidak punya tiket belarasa.id, tapi punya aplikasi PeduliLindungi, juga mulai dibolehkan ikut misa dengan cara mendaftar di tempat.
Begitulah, dalam Misa Trihari Suci Paskah 2022 ini di Gereja Paroki Santa, jumlah umat yang hadir mulai meningkat. Juga lengkap dari segi kelompok usia.
Gereja tampak hidup kembali. Kebersamaan umat secara fisik dan rohani sebagai Gereja Kristus mulai terasakan. Buah kepatuhan umat dan Gereja  pada kebijakan, program, dan prokes Covid yang ditetapkan pemerintah mulai dipanen.
***
Apa yang telah dilakukan Gereja Katolik Paroki Santa, sebagai  representasi Gereja Katolik KAJ dan bahkan representasi Gereja Katolik Indonesia, sejatinya sangat sederhana. Semata hanya menyesuaikan aturan dan perilaku peribadahan dengan kebijakan, program, aturan, dan himbauan  pemerintah terkait penanganan Covid-19. Semua orang bisa melakukannya.
Memang tidak mudah mengubah kebiasaan dan tatalaku ibadah. Tapi para gembala dalam Gereja Katolik selalu menekankan, umat harus rela berkorban rasa dan kenyamanan, demi keselamatan bersama. Egoisme, baik individual maupun institusional, tak  akan pernah bisa membawa bangsa ini selamat dari pandemi Covid-19. Â
Gereja Katolik mengajarkan pada umat untuk membangun empati sosial. Dengan mematuhi prokes Covid, baik pada aras individu umat maupun institusi Gereja, maka Gereja sebagai komponen bangsa telah memberi kontribusi pada penanganan pandemi Covid-19. Begitulah praksis empati sosial, menekan egoisme demi keselamatan sesama dan bersama.
Itu pula yang menjadi pesan inti Paskah tahun ini, seperti juga tahun-tahun sebelumnya dan kelak, pengorbanan diri demi keselamatan sesama dan bersama.
Semoga berkah Paskah menjadi sumber kebaikan bagi bangsa Indonesia. Amin.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H