***
Kabar terakhir dari Menteri Kesehatan, ada harapan bahwa Pengurus Besar (PB) IDI dan Dokter Terawan akan duduk bersama untuk menyelesaikan masalah pemecatan Dokter Terawan dari IDI. Â Itu sesuatu yang layak diapresiasi. Â Dampaknya akan positif terhadap kemajuan kedokteran dan kesehatan nasional ke depan.
Satu hal yang mungkin perlu dicatat, mudah-mudahan pertemuan itu, jika merujuk tipologi J. Habermas, adalah suatu "tindakan komunikasi" antara dua pihak yang setara. Bukan "tindakan kerja" yang bersifat sepihak, dimana PB IDI yang memiliki kekuasaan mengadili (dan menghukum) Dokter Terawan yang tak punya kekuasaan.Â
Saya khawatir, IDI selama ini menerapkan pendekatan kerja atau kekuasaan. Sangat mungkin hal itulah yang menyebabkan Dokter Terawan enggan memenuhi panggilan MKEK/IDI untuk mempertanggungjawabkan dugaan pelanggaran etika. Sebab dia sudah diposisikan sebagai objek, bukan lagi subjek. Â
Penggunaan istilah "sejawat" dalam organisasi IDI mestinya bukan menunjuk pada aksi kekuasaan (kerja), melainkan pada aksi komunikasi yang menempatkan dua pihak pada posisi setara secara sosial. Â Hanya dengan aksi komunikasi, PB IDI dan DokterTerawan dapat keluar dari masalah dengan kemenangan pada kedua pihak. (eFTe)
Rujukan:
[1] "Alasan IDI Tak Percaya Riset Cuci Otak Terawan di Unhas", katadata.co.id, 5/4/2022.
[2] "MKEK IDI Duga Unhas Ditekan Demi Luluskan Metode Cuci Otak Terawan", cnnindonesia.com, 4/4/2022.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H