Itu tindakan manipulasi mental yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan secara etis. Ada pemaksaan terselubung kepada pengendara: "Hei, keadaan ekonomimu lebih baik dariku. Bantu aku dengan sedikit derma." Â
Serangan mental semacam itu cukup jitu menaklukan dua jenis manusia. Â Pertama, mereka yang gampang tersentuh oleh pemanggungan derita orang lain. Â
Kedua, mereka yang benci pada pemerintah dan menganggap pengamen korban ketak-becusan pemerintah.
Saat kamu sebagai pengendara memberi saweran kepada pengamen, saat itulah mentalmu telah termanipulasi.  Kamu telah menerima dan menganggap benar  fakta bahwa kehadiran pengamen adalah keterpaksaan. Karena itu pengamen pantas diberi derma.Â
Padahal itu adalah fakta palsu yang dipaksakan menjadi kebenaran. Dengan menerimanya, maka kamu telah membayar jasa ngamen yang tak perlu tapi dipaksakan kepadamu.Â
Singkat kata, semisal kita merujuk M. Weber, memberikan saweran kepada pengamen jalanan bukan tindakan rasional ekonomi. Itu bukan tindakan logis. Melainkan tindakan emosional akibat manipulasi mental.
Begitu pula soalnya dengan pistol penembak cicak. Â Seseorang yang malas bertindak tapi punya pikiran sadis telah menebar ide bahwa cicak adalah musuh rumahan yang harus dimusnahkan.
Ide itu diduga lahir dari fakta kemalasan seseorang membersihkan rumah, menyimpan rapih makanan, dan membersihkan sink. Akibatnya rumah diokupasi nyamuk dan semut. Itu mengundang kawanan cicak untuk meraja-lela memangsa serangga dan sisa makanan.
Solusinya menurut orang itu bukan membersihkan rumah, tapi membunuhi cicak. Saat ide itu menyebar, seseorang lantas menangkapnya sebagai peluang bisnis.Â
Diproduksilah pistol kayu berpeluru karet untuk menembak cicak. Lalu ditawarkan secara agresif ke pasar, termasuk lewat situs-situs belanja daring.
Orang-orang, mungkin termasuk kamu, Â kemudian membeli pistol itu sebagai solusi. Itulah hasil manipulasi mental. Sebab solusi yang sebenarnya adalah menjaga kebersihan dan kerapihan rumah.Â