Apa jadinya jika cicak tidak ada saat nyamuk-nyamuk Aedes aegypti menginvasi rumahmu. Sangat mungkin semua anggota keluargamu harus masuk rumah sakit karena terkena DBD. Lalu kamu mungkin harus membayar biaya pengobatan Rp 20 juta per orang.Â
Gila, bukan? Ide untuk menembak mati cicak itu hanya mungkin lahir dari kepala orang yang punya bakat terorisme. Seseorang yang hanya bisa hidup dari situasi kekerasan, pembunuhan, atau perang.
Manipulasi Mental: Membeli yang Tak PerluÂ
Pengamen dan penjaja pistol-pistolan itu adalah penjual sesuatu yang sebenarnya tak perlu atau tak diperlukan. Â
Tapi mental sebagian konsumen telah termanipulasi sedemikian rupa. Â Sehingga menganggap nyanyian pengamen itu sesuatu yang perlu didengar. Â
Begitu juga pistol kayu. Senjata itu dianggap perlu untuk menembak mati cicak di rumah.
Sejatinya pengendara tak memerlukan hiburan lagu dari pengamen di perempatan jalan. Sebab perempatan lalin bukan panggung pertunjukan musik.  Tapi tempat berhenti beberapa detik atau menit.  Guna  memberi kesempatan pada kendaraan lain melintasi perpotongan jalan.
Tapi pengamen -- dan tentu saja juga pengasong dan pengemis -- menjadikan perempatan jalan sebagai panggung pertunjukan. Â
Itu tindakan sepihak yang bersifat memaksakan kepentingan ekonominya. Bukan konsensus antara dua pihak, pengamen dan pengendara. Â
Karena itu, sejatinya, Â tidak ada kewajiban bagi pengendara memberi saweran uang kecil kepada pengamen.
Tapi pengamen memanipulasi mental pengendara. Caranya, dia memposisikan diri sebagai korban keadaan. Katakanlah korban PHK atau sulitnya lapangan kerja.
Untuk lebih meyakinkan, pengamen mendramatisasi keadaan. Di kepala gitarnya, ditempellah kertas bertuliskan status dan motifnya mengamen. "Istri" atau "anak" dibawa  serta pula mengamen untuk latar wajah memelas.