Tarombo, silsilah Batak, mencatat Sorimangaraja beristri tiga orang. Pertama, Siboru Antingmalela yang berputrakan Tuan Sorbadijulu, turunannya disebut kelompok Nai Ambaton. Kedua, Siboru Bidinglaut yang berputrakan Tuan Sorbadijae, turunannya disebut kelompok Nai Rasaon. Ketiga, Siboru Sangul Haomasan dan Nai Ambaton, turunannya disebut kelompok Nai Suanon.
Keturunan Tuan Sorbadijae, gelar Datu Pejel, itulah yang sampai kini marharajaon, menguasai dan mendiami daerah Uluan. Dikenal sebagai kelompok Nai Rasaon, pemukim asli Uluan adalah keturunan langsung dari si kembar (mardopang) Raja Mangarerak dan Raja Mangatur, cucu Sorbadijae dari Narasaon, putra tunggalnya.
Raja Mangarerak menurunkan marga Manurung, sedangkan Raja Mangatur menurunkan marga Sitorus, Sirait, dan Butarbutar. Â Empat marga itulah yang menyebar, mendiami, dan menjadi marga raja (pemilik golat, tanah) seluruh Uluan.Â
Marga-marga itu mendiami desa-desa sepanjang jalan raya trans-Sumatera. Mulai Aeknatolu, Lumbanpea, Lumbanjulu, Jangga dan Sihiong di utara, sampai Lumbanlobu, Siraituruk, Narumontak, dan Patane di selatan.
Marga-marga itu pula yang mendiami desa-desa di pantai barat Uluan. Mulai dari Ajibata, Horsik, Â Sigapiton, Sibisa (kampung pertama), Sirungkungon, dan Sionggang di utara, sampai Jongginihuta, Binangalom, Saitnihuta, Uluan, Sigaol, Marom, sampai Janjimatogu di selatan.
Secara administratif, kawasan yang disebut sebagai Uluan itu mencakup enam kecamatan di belahan utara Kabupaten Toba. Mulai kecanatan Ajibata, Lumbanjulu, Bonatua Lunasi, Parmaksian, Porsea, sampai Uluan.
Tentu saja ada marga selain empat marga raja itu di Uluan. Umumnya mereka adalah marga penumpang, terutama marga boru, penerima istri. Di Sibisa misalnya ada marga Nadapdap, marga boru untuk Sitorus, Â yang dibwri amanat untuk menjaga kampung. Pada tahun 1973, tercatat tingga satu keluarga bermarga Sitorus di Sibisa, di kampung asalnya.Â
Potensi Wisata yang Baru Dilirik
Jika seseorang tak tahu sejarah terbentuknya dataran Uluan, maka baginya perjalanan melintasi jalan raya trans-Sumatera dari Parapat ke Porsea, atau sebaliknya, pasti biasa-biasa saja. Atau, paling jauh kesannya adalah rasa mual sampai muntah, jika dia cenderung mabuk saat melintasi kelokan-kelokan tajam.Â
Lain halnya jika sudah tahu bahwa Uluan itu tadinya adalah dasar kaldera Gunung Toba yang terangkat ke permukaan danau. Pasti ada rasa takjub melintas di atas kaldera gunung yang 74,000 tahun lalu letusannya nyaris memusnahkan populasi manusia dan hewan di bumi.Â
Sensasi melintas jalan raya di kaldera itu paling terasa  melewati ruas Lumbanjulu - Jangga. Ruas jalan ini berada persis di bawah kaki Gunung Simanukmanuk. Lereng gunung itu sangat curam, seakan sebuah tembok tinggi di sisi timur jalan.Â