Apakah pikiran, perkataan, dan perbuatanku selama hidup sungguh mencerminkan laku kebenaran dan kebaikan pada diri sendiri dan sesama? Dengan kata lain, mencerminkan kasih?
Frasa "pertandingan yang baik" itu adalah suatu etika kehidupan, atau sederhananya semacam "etos kerja". Â Sekeras apapun seseorang menjalani hidupnya, hal itu tak boleh merugikan atau melukai orang lain, sesama manusia.Â
Jika hidupku adalah petaka bagi sesama, maka aku telah gagal "memelihara iman" dan telah gagal "mencapai garis akhir". Â Itulah kematian untuk sebuah kehidupan yang tidak saja sia-sia, tapi juga membawa kerusakan.
Dalam kehidupan nyata, frasa "pertandingan yang baik" itu boleh saja dimaknai sebagai "etika protestan" ala Max Weber. Hanya orang yang mau dan mampu menggandakan talentanya, dan membagikan manfaat talenta itu kepada sesama, yang bisa dikatakan telah "mencapai garis akhir". Â Upahnya adalah "kehidupan abadi".
Saya lalu merenung, bertanya kepada diri sendiri. Apakah hidup yang kujalani kini sebuah "pertandingan yang baik"? Atau sebaliknya, sebuah "pertandingan yang buruk" penuh kecurangan untuk menyingkirkan dan menghancurkan orang lain? Atau, tanpa sadar, bahkan menghancurkan diriku sendiri?
Sebuah Permenungan
Begitulah, di kuburan, di zona orang-orang mati itu, ada pelajaran hidup yang bisa dipetik. Saya tak hendak menyimpulkan bahwa para mendiang semasa hidupnya telah menerapkan ayat-ayat kehidupan itu secara sempurna.Â
Tidak, tidak demikian. Tapi saya boleh katakan, para mendiang itu semasa hidupnya telah berjuang untuk berpikir, berujar, dan berbuat sesuai tuntunan ayat Kitab Suci yang menjadi pegangannya. Â Apakah berhasil atau tidak, biarlah Tuhan yang menjadi hakimnya.
Satu hal yang jelas bagiku, orang-orang mati di pemakaman itu dalam kebisuannya, telah mengajarkan kehidupan kepada orang-orang hidup yang ditinggalkannya, lewat teks ayat suci yang dipahatkan pada nisan-nisan.Â
Mungkin ada pertanyaan, cukupkah satu ayat Kitab Suci sebagai pedoman hidup? Biarkan para ahli agama menjawabnya. Tapi bagiku, lebih baik seseorang yang hanya tahu satu ayat tapi berjuang sepanjang hidup menjalankannya. Ketimbang seseorang yang hafal seluruh ayat Kitab Suci, tapi sepanjang hidupnya tak menjalankan satupun. Â
Orang mati membisu di  kuburan untuk mengajarkan kehidupan kepada orang hidup. Dan kamu, bila waktumu tiba, dan itu pasti akan tiba, pelajaran apa yang akan kamu bagikan kepada orang hidup? (eFTe)Â
Â