Parah memang logika Satpol PP Kota Makasar itu. Mengaitkan jomlo, kondom, Â ritual negatif, dan malam Valentine itu adalah sesat logika (logical fallacy) yang parah.Â
Karena jomlo berarti gak punya pasangan, lalu dimana logikanya pernyataan "jomlo pakai kondom untuk ritual negatif di malam Valentine"? Ahli bahasa semisal Daeng Khrisna Pabichara pasti kesedak pisang ijo jika mendengar pernyataan itu. Â
Tapi sesat logika yang lebih parah adalah pengaitan kaum remaja, malam Valentine, dan "ritual negatif" (maksudnya "hubungan seks di luar nikah"). Saya akan tunjukkan sesatnya.
Logika Pak Kasatpol PP itu begini:
- Remaja Kota Makasar pakai kondom saat melakukan hubungan seks bebas.
- Malam Valentine adalah momen puncak hubungan seks bebas.
- Untuk mencegah remaja melakukan hubungan seks bebas di malam Valentine, maka minimarket dilarang menjual kondom menjelang dan pada malam Valentine.
Ayo, kita tepok jidat dulu! Biar gak ikut kebawa sesat pikir.
Implisit, dalam pernyataan Pak Kasatpol PP tadi, hubungan seks bebas sudah marak di kalangan remaja Kota Makasar. Lalu, pemakaian kondom adalah syarat utama hubungan seks bebas itu.
Muncul sejumlah pertanyaan. Apakah benar seks bebas sudah sedemikian maraknya di kalangan remaja Makasar? Pak Kasatpol PP tidak menunjukkan datanya. Berarti cuma sangkaan pribadi.
Apakah penggunaan kondom syarat utama seks bebas di kalangan remaja Makasar? Pak Kasatpol PP juga tak punya data. Sangkaan pribadi lagi.
Seks bebas kan tak mesti pakai kondom. Bisa juga pakai pil. Bisa pakai sistem kalender. Bisa pakai teknik coitus interruptus. Atau cara lain yang Pak Kasatpol PP gak bakal paham.Â
Remaja masa kini super kreatif, referensi seksnya canggih. Era metaverse gitu, lho. Â Otak kolonial orang tua gak bakalan nyandaklah.Â
Gak percaya? Coba saja tanyakan pada David Abdullah. Di permukaan dia tampak polos, di dasarnya dia adalah ahlinya ahli  tip dan trik seks era milenial jagad metaverse. Jangan tanya Acek Rudy, dia cuma paham kamasutra zaman pra-kolonial. Apalagi Om Je Peribadi, masuk sex shop aja (ngakunya) gak pernah. Â