Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Tim Indonesia Main "Rope a Dope", Energi Tim Vietnam Terkuras

16 Desember 2021   06:00 Diperbarui: 16 Desember 2021   15:44 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Timnas Indonesia meredam gempuran Tim Vietnam dalam laga Grup B Piala AFF Rabu 15/12/2021 di Stadion Bishan Singapura (Foto: Piala AFF via tempo.co)

Sepakbola terutama adalah logika dan etika, rasionalitas dan sportivitas.  Estetika, keindahan,  adalah resultan dari keduanya. -Felix Tani

Parkir bus. Ini istilah salah kaprah untuk suatu pola permainan sepakbola.  Suatu istilah untuk menunjukkan pola bertahan total. 

Polanya, semua pemain berada di area gawang sendiri. Menjadi pemain bertahan. Hanya satu orang yang ada di garis depan. Siap memanfaatkan bola muntahan.

Saya sebut salah kaprah karena satu alasan kondisional. Parkir bus mengindikasikan situasi stagnan. Semacam tembok mati. 

Karena sifat stagnannya itu, serapat apapun "parkir bus" itu, selalu ada celah untuk lewat. Entah itu dari kolong, dari sampibg jauh, atau dari atas. 

Contoh sederhananya adalah hukuman tendangan bebas. Selalu ada lima atau enam pemain lawan yang diparkir rapat menutup ruang tembak. Faktanya, pemain cerdas seperti Beckham, Messi, dan Ronaldo, kerap melesakkan gol ke gawang lawan dalam situasi itu.

Saya perlu katakan itu untuk menanggapi penilaian sejumlah pengamat. Entah dia profesional, amatir, atau abal-abal macam saya. 

Setengah meledek, mereka bilang Tim Indonesia main "parkir bus" saat melawan Tim Vietnam dalam pertandingan Piala AFF, kemarin Rabu malam (15/12/2021) di Stadion Bishan Singapura.

Menurut saya Tim Indonesia tidak memainkan pola "parkir bus". Tidak begitu. Saya lebih condong menyebutnya pola rope a dope.

Penggemar tinju pasti tahu rope a dope adalah istilah untuk pola permainan khas Muhammad Ali. Bersandar di tali ring dengan double cover rapat ketat. Lalu membiarkan lawan menghajarnya sampai energinya terkuras.

Ali tahu bahwa memukul sebuah tiang lentur berdampak menguras tenaga. Sementara tiangnya aman-aman saja. Sekeras apapun pukulannya. 

Malah pukulan itu akan berbalik ke diri lawan. Energinya terkuras sampai kelelahan. Saat itulah Ali datang dengan pukulan "lebah menyengat". Kombinasi jab, straight, dan upper cut yang menumbangkan lawan.

Analogi lain adalah pendaratan pesawat tempur di geladak kapal induk. Karena landasan pendek, maka harus dibantu dengan jaring penahan yang lentur dan kuat. 

Perhatikan jaring liat itu bisa menahan laju pesawat tempur. Tepatnya meredam daya dorong atau terobos pesawat. Seehingga dia tak nyebur ke laut saat mendarat.

Itulah yang terjadi dalam pertandingan Tim Indonesia melawan Tim Vietnam tadi malam. Indonesia di bawah polesan Shin Tae-yong, berhasil memainkan pola rope a dope sepak bola dengan indahnya. 

Indikator indah di sini sederhana saja. Tidak ada gol, dan tidak ada pelanggaran yang berbuah kartu.

Perhatikan, dalam 2 x 45 menit permainan, dengan tambahan injury time, Vietnam habis-habisan menggempur Indonesia. Tapi pola rope a dope yang sedemikian lenturnya secara efektif telah meredam energi serbuan Vietnam. 

Bola tak pernah sepenuhnya mengancam gawang Indonesia. Pemain Indonesia juga tak terkuras tenaganya. Sebaliknya energi pemain Vietnamlah yang terkuras, hingga mereka frustasi dan tampak dungu di lapangan.

Saya bilang tampak dungu karena Tim Vietnam tampak sebagai Sysiphus. Naik sekuat tenaga ke daerah pertahanan lawan, untuk kemudian mundur lagi karena bola terpental ke daerahnya. Demikian berulang-ulang terjadi, tanpa membuahkan ancaman, jangan kata sebuah gol. Tidakkah itu dungu? 

Implisit, saya mau katakan pelatih Shin Tae-yong ternyata memang lebih cerdas dibanding Park Hang-seo, pelatih Tim Vietnam. Itu sebabnya Tim Indonesia bisa cerdas memainkan pola rope a dope. Sementara Tim Vietnam tampak jadi dungu dengan gempuran monoton terus-menerus, tanpa nenghasilkan gol. 

Pertandingan itu mengingatkan saya pada Rumble in the Junggle antara Ali dan Foreman. Bedanya, dalam Rumble in the Junggle Foreman tumbang.  Sementara dalam pertandingan Piala AFF tadi malam, Vietnam harus puas lemas seri tanpa gol. 

Bedanya lagi, Ali punya senjata kombinasi pukulan "sengatan lebah" yang mematikan. Sementara Tim Indonesia belum punya jurus "sengat lebah", semacam serangan kombinasi cepat yang menusuk gawang lawan, "Gol!". 

Mungkinkah Shin Tae-yong sedang menyimpan jurus "sengat lebah" itu untuk menumbangkan Vietnam di pertandingan final nanti. Tadi malam itu jurus 'kupu-kupu menari" dulu.

Saya membayangkan koreografi ini dimainkan Tim Indonesia. Bek Fachruddin dan kawan-kawan di sektor belakang, dilapis Evan Dimas di sektor tengah, memainkan tarian kupu-kupu yang tampak acak padahal terpola, sehingga mengacaukan pergerakan lawan. Lalu di sektor depan Ezra, dan terkadang Witan dan Irfan, adalah lebah-lebah yang siap melancarkan sengatan ke gawang lawan. Tapi lebah-lebah ini pada saat diperlukan, bisa berubah juga menjadi kupu-kupu penari. Evan adalah prototype pemain kupu-kupu yang tiba-tiba bisa menjadi lebah.

Satu hal perlu diingat, sepakbola adalah permainan rasional objektif, bukan emosional subyektif.  Mengedepankan logika dan etika, rasionalitas dan sportivitas. Dari keduanya estetika atau keindahan sepakbola mekar. Targetnya: masukkan bola gol, dan kalau tak bisa memasukkan bola gol, jangan sampai kemasukan bola gol.  

Begitulah. Siapa yang mampu menjalankan permainan rasional itu di lapangan, dialah yang akan bertahan. Bahkan, lebih dari itu, berpeluang jadi pemenang. 

Tim Indonesia di bawah arahan Shin Tae-yong sudah berhasil main bola rasional. Tapi ada pengamat dan penonton yang emosional mengatai Indonesia main "parkir bus". Aih, mari kita gunakan akal sehat, kawan! (eFTe)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun