Bedanya lagi, Ali punya senjata kombinasi pukulan "sengatan lebah" yang mematikan. Sementara Tim Indonesia belum punya jurus "sengat lebah", semacam serangan kombinasi cepat yang menusuk gawang lawan, "Gol!".Â
Mungkinkah Shin Tae-yong sedang menyimpan jurus "sengat lebah" itu untuk menumbangkan Vietnam di pertandingan final nanti. Tadi malam itu jurus 'kupu-kupu menari" dulu.
Saya membayangkan koreografi ini dimainkan Tim Indonesia. Bek Fachruddin dan kawan-kawan di sektor belakang, dilapis Evan Dimas di sektor tengah, memainkan tarian kupu-kupu yang tampak acak padahal terpola, sehingga mengacaukan pergerakan lawan. Lalu di sektor depan Ezra, dan terkadang Witan dan Irfan, adalah lebah-lebah yang siap melancarkan sengatan ke gawang lawan. Tapi lebah-lebah ini pada saat diperlukan, bisa berubah juga menjadi kupu-kupu penari. Evan adalah prototype pemain kupu-kupu yang tiba-tiba bisa menjadi lebah.
Satu hal perlu diingat, sepakbola adalah permainan rasional objektif, bukan emosional subyektif. Â Mengedepankan logika dan etika, rasionalitas dan sportivitas. Dari keduanya estetika atau keindahan sepakbola mekar. Targetnya: masukkan bola gol, dan kalau tak bisa memasukkan bola gol, jangan sampai kemasukan bola gol. Â
Begitulah. Siapa yang mampu menjalankan permainan rasional itu di lapangan, dialah yang akan bertahan. Bahkan, lebih dari itu, berpeluang jadi pemenang.Â
Tim Indonesia di bawah arahan Shin Tae-yong sudah berhasil main bola rasional. Tapi ada pengamat dan penonton yang emosional mengatai Indonesia main "parkir bus". Aih, mari kita gunakan akal sehat, kawan! (eFTe)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H