Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Tiga Soal yang Perlu Klarifikasi Admin Kompasiana Sebelum Januari 2022

22 November 2021   16:06 Diperbarui: 22 November 2021   20:19 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari kompasiana.com

Ada tiga soal yang menganjal di Kompasiana. Perlu klarifikasi Admin K sebelum Januari 2022.  Sebagai pijakan bagi kompasianer jika mau bikin resolusi 2022. 

Tiga soal itu tak pernah jelas selama ini.  Karena setiap kali ditanya, Admin K lebih memilih diam seribu basa.  Mungkin dipikirnya diam itu emas.  Padahal diam itu gak asyik.

Soal Pertama: Makna Kompasiana Rumah Kita Bersama

Ini tak pernah jelas maknanya.  Jika K rumah kita bersama, apakah struktur relasi Admin dan Kompasianer bersifat egaliter?  Hubungan antara Admin sebagai subyek dan Kompasianer juga subyek? Jika demikian, maka mestinya ada komunikasi antara Admin dan Kompasianer.  Komunikasi yang mengandaikan kesetaraan antara Admin dan Kompasianer.  Sehingga tercapai kesepahaman akan setiap hal di K.

Faktanya, struktur relasi antara Admin dan Kompasianer sejauh ini  teramati lebih bersifat subordinasi.  Hubungan antara Admin sebagai subyek dan Kompasianer sebagai obyek. Artinya, Admin pemilik "Rumah Kompasiana", sedangkan Kompasiana adalah pengontrak, obyek bisnis Kompasiana.

Hubungan subyek - obyek itu terindikasi nihilnya komunikasi antara Admin dan Kompasianer.,Hanya ada instruksi, penjelasan, atau pengumuman yang bersifat searah.  Tidak ada komunikasi, dialog egaliter, untuk mencapai kesepahaman.  Kompasianer hanyalah obyek bisnis yang hanya bisa tunduk pada aturan yang dibuat Admin secara sepihak.  Kalau tak setuju, silahkan pergi!

Indikasi struktur relasi subordinatif itu adalah penentuan aturan main K-Rewards secara sepihak dan tertutup, kemalasan Admin K untuk menjawab gugatan atau pertanyaan Kompasianer, dan penetapan kriteria "artikel aman" secara sepihak. 

Soal Kedua:  Makna Tagline "Dari Noise ke Voice"

Ini juga tak jelas maknanya.  Tiba-tiba pada Ulang Tahun Ke-13 mencanangkan tagline Tinggalkan Noise (Kebisingan) Bangun Voice (Opini Bermakna).  Itu artinya Admin K telah menghakimi artikel di Kompasiana dengan memberi label "noise" dan "voice".  "Noise" harus ditinggalkan, "voice" harus dijelang.

Atas dasar apa Admin K memberi label "noise" atau "voice" pada artikel-artikel di K.  Bukankah semua artikel di K sama nilainya sebagai "estetika eksistensi" (baca Gregorius Nyaming di K)?  Lalu dari mana hak Admin K menilai eksistensi seorang Kompasianer adalah "noise" dan yang lainnya "voice".   Kompasianer itu kan bukan bawahan Admin K. (Atau mungkin benar struktur relasi Admin K dan Kompasianer bersifat subordinatif?)

Jika Admin K misalnya mengatakan semua artikel utama adalah "voice", lantas apa landasan moralnya untuk mengatakan artikel-artikel itu adalah opini bermakna (positif) bagi mayoritas pembaca Kompasiana?  Kepentingan siapa sebenarnya yang mengemuka di situ: Admin K (Kompasiana sebagai entitas bisnis) atau Kompasianer?

Soal Ketiga: Makna Program Topik Pilihan Prioritas K-Rewards

Kepentingan siapa yang terkandung pada program Topik Pilihan?  Kepentingan Admin K/Kompasiana sebagai entitas bisnis atau kepentingan Kompasianer? Jika topik pilihan didasarkan pada analisa SEO, bukankah itu berarti membawakan kepentingan Admin K? Agar lalu-lintas pengunjung di K padat, lalu ratingnya naik di Alexa (misalnya), sehingga iklan membanjir dan, karena itu, pendapatan meningkat.  Dengan begitu, kinerja Admin K mengkilap.

Jika Admin K tak menanamkan kepentingan bisnisnya pada program topik pilihan, tentulah tak perlu menjadikannya prioritas K-Rewards. Jelas intensinya untuk memobilisasi Kompasianer menulis sesuai topik pilihan, sehingga kinerja dan profit Kompasiana meningkat. Bukankah itu berarti Admin K telah memperlakukan Kompasianer sebagai kekuatan produksi untuk mencapai tujuan-tujuan bisnisnya? (Lagi, hal itu mencerminkan struktur relasi subyek - obyek).

Kebijakan menggandengkan K-Rewards pada Topik Pilihan itu juga berimplikasi diskriminatif.  Dengan cara itu, Admin K menganak-emaskan Kompasianer yang patuh menulis sesuai topik pilihan.  Sebaliknya menganak-tirikan Kompasianer yang menulis di luar topik pilihan.  Itu bermakna Admin K telah membunuh demokrasi di K, dan menggantinya dengan otokrasi. Semua terpulang pada apa maunya Admin K.

Dengan kebijakan itu, maka yang paling dianak-tirikan adalah kompasianer penulis fiksi.  Menyuruh fiksi menyesuaikan diri dengan topik pilihan sama artinya dengan membunuh kreativitas atau kemerdekaan berpikir.  Apakah kebebasan berpikir memang tak dihargai di Kompasiana? (Sehingga pikiran bebas cenderung dilabeli noise, misalnya?)

Jika benar iklim otokrasi yang berlaku di K, maka motto "Kompasiana Rumah Kita Bersama" memang harus dicoret dan diganti dengan motto lain yang terserahlah apa maunya Admin K.

Itulah tiga soal yang perlu klarifikasi segera dari Admin K. Tolong dijawab sebelum lonceng alih tahun 2021 ke 2022 berdentang. Supaya kompasianer bisa memposisikan diri dan menyusun resolusinya di Kompasiana tahun 2022.  Tentu dengan catatan, penjelasan Admin K dapat diterima akal sehat.(eFTe)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun