Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Perlukah Tes Wawasan Kebangsaan untuk MUI?

19 November 2021   16:14 Diperbarui: 19 November 2021   16:33 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi MUI (Sumber: mui.or.id)

***

Secara normatif, jelas kehadiran MUI untuk mendukung pembangunan nasional.  Targetnya adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang berkualitas, kerukunan antar umat beragama, persatian dan kesatuan bangsa, dan komunikasi ulama/umat dan pemerintah.  

Tapi menurut organisasi "Baskara", setidaknya secara asumtif, MUI itu telah membuat kebijakan ikonstitusional dan bertentangan dengan UUD 1945, bertentangan dengan Ideologi Pancasila dan  mengancam persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia, dan intoleran serta  mendukung gerakan radikal bernuansa keagamaan.

Pertanyaannya, jika "Baskara" memiliki bukti untuk asumsinya, apakah itu merupakan tindakan MUI sebagai organisasi? Atau mungkinkah itu tindakan-tindakan yang disusupkan persona-persona tertentu yang pro-khilafah atau anti-Pancasila/UUD 1945?

Mengingat sampai saat ini Pedoman Dasar MUI masih valid, dan tak ada indikasi anti-Pancasila/UUD 1945/NKRI/Bhinneka Tunggal Ika dalam pedoman itu, maka lebih mungkin gejala "perubahan orientasi MUI" (seakan pro-khilafah/radikalisme) adalah akibat ulah persona-persona anti-Pancasila yang menyusup ke tubuh MUI.

MUI sudah berdiri sejak 1975 dan baru tahun-tahun terakhir ini tampak gejala perubahan orientasi itu.  Tonggaknya barangkali adalah Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI tanggal 11 Oktober 2016  tentang  ujaran Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Gubernur Jakarta , yaitu "Dibohongin pakai surat al Maidah 51", sebagai "menghina Al-Quran dan atau menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum.  Sejak itu banyak pernyataan-pernyataan dari persona-persona MUI yang terkesan pro-khilafah/radikalisme dan anti-pemerintah/Presiden Jokowi.

Jika masalahnya ada pada sejumlah persona dalam internal MUI yang mungkin berhaluan anti-Pancasila/UUD 1945/NKRI, maka pembubaran MUI bukanlah solusi.  Sampai hari ini, ditengah adanya gejala "perubahan orientasi" tadi, MUI masih tetap sebagai modal sosial penting bagi bangsa dan negara Indonesia.  Kehadirannya masih tetap diperlukan untuk menyatukan pandangan dan langkah ragam kelompok Islam di nusantara.

Jika ditanya langkah apa yang sebaiknya diambil terkait MUI, maka kasus KPK bisa menjadi preseden hukum yang baik. Merespon adanya gejala yang disebut "talibanisasi", yaitu masuknya kelompok Islam radikal di tubuh KPK, pimpinan KPK langsung mengambil langkah Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk "membersihkan" KPK.  Hasilnya,  57 orang pegawai KPK tidak lulus TWK sehingga tidak bisa menjadi PNS KPK.  Dengan kata lain dipecat.

Walau tak ada dasar hukum TWK untuk organisasi non-pemerintah,  tapi mengingat MUI bergiat dengan menggunakan antara lain dana APBN/APBD, mestinya ada kebijakan internal untuk memastikan bahwa organisasi MUI dan persona pengurus/anggota MUI tidak berhaluan anti-Pancasila/UUD 1945/NKRI.  Hal ini untuk menghindari MUI mengeluarkan pendapat, sikap keagamaan, dan fatwa yang isinya berpotensi mengancam Pancasila/UUD 1945/NKRI/Bhinneka Tunggal Ika.

Baiklah jika Pengurus MUI membaca kembali tujuan organisasi ini: "Majelis Ulama Indonesia bertujuan untuk terwujudnya masyarakat yang berkualitas (khaira ummah), dan negara  yang  aman,  damai,  adil  dan  makmur  rohaniah dan jasmaniah yang diridlai Allah SWT (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur)".  

Pada nama MUI ada identitas (bangsa dan negara) "Indonesia".  Itu artinya MUI seharusnya bersih dari orang-orang yang menegasikan tujuan MUI itu, dan mengancam eksistensi Pancasila/UUD 1945/NKRI/Bhinneka Tunggal Ika.  Demi Indonesia, beranikah Pengurus MUI melakukan TWK spesifik MUI untuk membersikan organisasi mulia ini dari orang-orang semacam itu? (eFTe).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun