Saya akan merujuk  Pedoman Dasar Majelis Ulama Indonesia (Pedoman Dasar).  Terbentuk pada tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, Pada Pasal 3 disebutkan MUI adalah organisasi yang "bersifat keagamaan, kemasyarakatan, dan independen" (Pasal 3 Pedoman Dasar) . Artinya, MUI bukan organisasi negara atau pemerintah. Dia adalah organisasi kemasyarakatan.  Dasar hukumnya denan demikian adalah  Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU 17/2013).
Pada Pasal 2 Pedoman Dasar MUI tentang asas disebutkan bahwa "Organisasi ini berasaskan Islam".  Bandingkan dengan Pasl 2 UU 17/2013 yang mengatur bahwa "asas  ormas  tidak bertentangan dengan  Pancasila  dan  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945".  Artinya jelas di sini bahwa Islam tak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, dan sebaliknya demikian pula.
Dari uraian sejarah MUI (mui.or.id) diketahui bahwa MUI itu adalah Wadah Musyawarah para Ulama, Zu’ama, dan Cendekiawan Muslim di Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Frasa "seluruh Indonesia" itu tercermin pada keragaman unsur-unsur pembentuk atau penandatangan "Piagam Berdirinya MUI" (1975). Tercatat 10 orang ulama perwakilan NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al Ittihadiyyah. Lalu  4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut dan POLRI. Ditambah 13 orang tokoh/cendekiawan  perorangan.Â
Tujuan pembentukan MUI itu sangat mulia.  Pada Pasal 5 Pedoman Dasar disebutkan "Majelis Ulama Indonesia bertujuan untuk terwujudnya masyarakat yang berkualitas (khaira ummah), dan negara  yang  aman,  damai,  adil  dan  makmur  rohaniah dan jasmaniah yang diridlai Allah SWT (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur)".  Secara khusus, perlu dicatat frasa "negara yang aman, damai, adil dan makmur".  Ini sesuai dengan rumusan dalam Pembukaan UUD 1945.
Â
Untuk mencapai tujuan tersebut, MUI dicanangkan untuk melakukan sejumlah usaha, antara lain yang terutama sebagai berikut (Pasal 6 Pedoman Dasar).Â
Pertama, memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam agar tercipta kondisi kehidupan  beragama  yang  bisa  menjadi landasan  yang  kuat dan bisa mendorong terwujudnya masyarakat yang berkualitas (khaira ummah).
Kedua, merumuskan kebijakan penyelenggaraan dakwah Islam,  amar  makruf  nahyi  munkar  untuk  memacu terwujudnya kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridloi oleh Allah SWT.
Ketiga, memberikan peringatan, nasehat dan fatwa mengenai  masalah  keagamaan  dan  kemasyarakat-an kepada masyarakat dan pemerintah dengan bijak (hikmah) dan menyejukkan.
Keempat, merumuskan pola hubungan keumatan yang memungkinkan terwujudnya ukhuwah Islamiyah dan kerukunan antar umat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa.Â
Kelima, menjadi penghubung antara ulama dan umara (pemerintah)  dan  penerjemah  timbal  balik  antara pemerintah  dan  umat guna  mencapai  masyarakat berkualitas  (khaira  ummah) yang  diridhai  Allah SWT (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur)
Dalam rangka menjalankan usaha-usaha tersebut, MUI didukung oleh pendanaan yang berasal dari berbagai sumber. Â Salah satunya dari APBN dan APBD dalam bentuk hibah. Â Lainnya adalah iuran anggota, bantuan/sumbangan masyarakat, hasil usaha ormas, dan bantuan/sumbangan dari orang/lembaga asing. Â Biaya sertifikasi halal mestinya termasuk hasil usaha ormas.
Perlu dicatat APBN /APBD itu hanyalah satu sumber pendanaan untuk MUI. Â Dalam hal ini, MUI tidaklah sendiri. Â Sejumlah ormas lainnya juga mendapat dana hibah APBN/APBD.