"Bubarkan MUI". Itu petisi terbaru yang menggalang dukungan lewat jalur change.org. Pada saat kalimat pertama artikel ini ditulis hari ini (19/11/2021) pukul 11.15 WIB, petisi yang diprakarsai Baskara (Barisan Masyarakat Anti Kekerasan Indonesia) itu sudah ditandantangani 4,075 orang. Â Kurang 925 orang dari target 5,000 orang.
Petisi itu digaungkan menyusul tindakan  Densus 88 menangkap Anggota Komisi Fatwa MUI, Zain An-Najah di  Bekasi (16/11/2021). Menurut polisi, Zain adalah anggota Dewan Syuro dalam jaringan teroris JI.  Selain itu dia juga Ketua Dewan Syariah Lembaga Amil Zakat Baitul Maal Abdurrahman Bin Auf (LAZ BM ABA), suatu yayasan amal yang diduga mendanai  JI.
Petisi itu meminta pemerintah membubarkan MUI berdasar tiga alasan.  Pertama, terindikasi sering bersikap dan membuat kebijakan yang bersifat inkonstitusional dan bertentangan dengan UUD 1945.  Kedua, sering tidak sejalan bahkan bertentangan dengan Ideologi Pancasila dan  mengancam persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Ketiga, bersifat intoleran dan sering mendukung gerakan-gerakan radikalis bernuansa keagamaan.
Tapi tiga alasan itu justru menjadi titik lemah petisi "Bubarkan MUI".  Selama belum ada pembuktian secara hukum, entah itu berupa hasil evaluasi Kementerian Hukum dan HAM ataupun keputusan pengadilan, maka tiga alasan itu hanya asumsi.  Di negara ini, sebuah organisasi resmi  tidak boleh dilarang atau dibubarkan hanya berdasar asumsi.
Preseden hukum yang bagus adalah pembubaran  HTI dan pelarangan FPI.  Negara mengambil keputusan itu berdasarkan hasil evaluasi hukum yang holistik dan mendalam.  Dua organisasi sosial itu dinilai sebagai ancaman terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tinggal Ika.  Karena itu dua organisasi itu dinyatakan terlarang.
Terlalu gegabah untuk menyimpulkan MUI, dengan segala kebijakan, program, dan produk fatwanya merupakan ancaman terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tinggal Ika. Â Perlu pembuktian secara hukum untuk itu.
Fakta bahwa Densus 88 menangkap Anggota Komisi Fatwa MUI, Zain An-Najah yang diduga anggota jaringan teroris JI, juga adanya pernyataan Wakil Ketua MUI Anwar Abbas untuk membubarkan Densus 88 dan bahkan Negara Republik Indonesia, tidak cukup menjadi alasan mengatakan MUI sudah mengambil-alih peran HTI dan FPI.
Mungkin bisa diduga bahwa MUI telah disusupi persona pro-khilafah yang anti-Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Tapi itu tak spesifik MUI. Â Hampir semua organisasi pemerintahan disinyalir menderita hal serupa. Â Bahkan TNI dan Polri juga tersusupi. Â Terakhir, yang sempat heboh, adalah KPK. Toh, tidak ada tuntutan untuk membubarkan organisasi-organisasi itu, bukan?
Jadi, kalau bukan pembubaran, apa yang sebaiknya dilakukan terhadap MUI, entah oleh pemerintah tapi sebaiknya oleh MUI sendiri sebagai tindakan ke dalam? Sebelum ke sana, penting untuk lebih dulu memahami orgnisasi macam apa itu MUI.
***