"Bah! Bodatlah kau, Poltak." Bistok mengumpat.
Tetiba cuaca berubah mendung. Awan hitam menggantung di langit. Guruh mengguntur. Pertanda hujan segera turun. Perilaku Desember.
"Hujan!" Poltak berteriak, sambil menunjuk ke timur. Â Dolok Simanuk-manuk tampak bertiraikan curah hujan.
"Lari! Pulang! Ayo Bistok. Poltak, kau gendonglah Berta itu!" teriak Binsar sembari berlari pulang. Bistok ikut lari juga.
"Berta, ayo. Kita pulang."
Empat anak berlarian menghindari kejaran hujan yang merambat dari timur ke barat. Binsar, juara lomba lari seratus meter itu, sudah melesat jauh membelah sawah. Meninggalkan Bistok sepelemparan batu. Sementara Berta dan Poltak terseok jauh di belakang.
Berta berlari dengan kecepatan itik menyusur pematang sawah. Poltak mengawal di belakangnya, memastikan Berta aman dari celaka.Â
Rintik hujan mulai turun. "Ayo, Berta. Lebih cepat!" Poltak menyemangati.
"Ah!" Berta menjerit tertahan. Pijakan kaki kanannya meleset ke tepi pematang. Tubuhnya oleng akan tercebur ke lumpur sawah.
"Hati-hati!" Poltak sigap menangkap pinggang Berta dari belakang.Â
Selamat. Berta terhindar dari celaka. Dibiarkannya pelukan erat Poltak pada pinggangnya. Ada rasa aman menyusup ke relung hatinya.Â