"Dolok Simanuk-manuk. Persemayaman Namartua Simanuk-manuk. Â Roh pelindung Pantapan."
Berta tertarik. "Kalau kita minta sesuatu kepada Namartua Simanuk-manuk, apakah dikabulkan?"
 "Tidak. Mintalah kepada Tuhan. Maka akan dikabulkan. Begitu kata Guru Gayus, kan?"
Berta terdiam. Sebal. Mengapa Poltak tak menanyakan permintaannya. Atau, mungkinkah Poltak sudah tahu? Â Dia hanya ingin minta Poltak membatalkan cita-citanya jadi pastor.
"Hoi!" Suatu teriakan kejut membuat Poltak dan Berta terlonjak berdiri. Kaget setengah mati.
"Bodat kalian!" Poltak memaki Binsar dan Bistok, tukang bikin kaget itu. Â Mereka juga baru memindahkan kerbaunya ke bagian barat sabana.
Binsar dan Bistok tergelak-gelak. Puas bikin kaget. Tak hiraulah mereka pada makian Poltak. Â
"Bah! Kalian marhalleti di sini, ya?" tanya Binsar, menyangka Poltak dan Berta sedang marhalleti, pacaran.
"Aku hanya menjaga paribanku, Binsar!" Poltak menjelaskan.
"Bah, menjaga dan marhallet, samalah itu," tukas Bistok.
"Bedalah itu. Coba. Bistok menjaga kerbau. Berarti Bistok marhallet dengan kerbau?"