Humiliasi. Konten humiliasi secara sengaja dimaksudkan untuk menista, merendahkan, atau merusak nama baik satu/sekolompok orang, pranata, institusi, atau organisasi tertentu di ruang publik.Â
Ada tiga jenis konten humiliasi yang cenderung viral di Indonesia.Â
Pertama, penistaan presiden, semisal konten-konten twitter, instagram, TikTok, dan YouTube yang menista Presiden Jokowi. Mengatai Presiden Jokowi dungu, planga-plongo, cebong, dan lain-lain.
Kedua, penistaan agama, semisal konten-konten yang merendahkan ajaran dan simbol-simbol agama tertentu.
Ketiga, penistaan antar "selemedsos" (selebriti media sosial), atau "pemuka agama medsos". Lazimnya berupa konten salung-singkap aib, lalu saling-hujat setelah stok aib habis.
Semua penista itu sadar dan tahu -- apalagi kalau dia mantan menteri -- bahwa konten penistaan itu buruk/salah, melanggar norma adat dan hukum positif. Tahu menista presiden itu buruk, menista agama itu salah, dan membuka aib sesama itu tidak layak.
Tapi mereka tetap membuat dan membagikan konten immoral itu kepada khalayak. Motifnya viralitas, lalu uang, dan kemudian (konsumsi) kenikmatan duniawi.
Desepsi. Ini konten immoral yang bersifat menipu atau membohongi.Â
Tujuannya mempengaruhi khalayak agar menerima sesuatu yang buruk/salah (invalid) sebagai sesuatu yang baik/benar (valid). Demi mencapai kepentingan tertentu.
Termasuk desepsi adalah hoaks. Informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi yang sebenarnya. Kalau perlu, memutar-balik fakta. Atau bahkan fitnah.
Konten hoaks yang pernah viral di Indonesia antara lain tuduhan bahwa Jokowi itu PKI dan ijazah Jokowi itu palsu. Juga konten tentang Ratna Sarumpaet dianiaya orang-orang tak dikenal (tahun 2018).