Alhasil pengusaha Indonesia berputar-putar dulu dalam jaring birokrasi. Hanya untuk memastikan rencana bisnis aman secara hukum.Â
Prinsip pengusaha Indonesia, biar lambat asal selamat.
Prinsip itu terkait dengan fakta banyaknya pengusaha BUMN yang tersandung kasus hukum lantaran masalah ketak-lengkapan dokumen legal-formal. Itu indikasi penyimpangan dari prinsip-prinsip Good Corporate Governance  (GCG). Arahnya bisa masuk ranah perkara  KKN. Penjara ancamannya. Rumit, sungguh ribet!
Sebenarnya paduan pengusaha Arab-Indonesia itu ideal. Untung dan aman! Artinya halal, bukan?
Tak heran jika Presiden Jokowi begitu getolnya memasarkan potensi bisnis Indonesia kepada para pengusaha Arab. Semisal pengusaha Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Di sana banyak duit, di sini banyak sumberdaya.Â
Jika duit dan sumberdaya dikawinkan, hasilnya untung besar. Â Pengusaha Arab dan Indonesia sama suka untung. Namanya bisnis, ya, mesti untunglah. Emangnya pesta kawin anak pejabat? Â
Tapi proses mencapai trade-off untung dan aman itu ternyata tidaklah mudah. Terutama dari pihak pengusaha Indonesia.Terlalu banyak regulasi yang harus dipenuhi dan terlalu panjang birokrasi yang mesti dilalui. Hanya untuk memastikan satu hal: keamanan hukum.
Heran. Padahal Presiden Jokowi sudah rajin memangkas regulasi dan birokrasi. Â Kok masih tetap ribet dan lelet, ya, pengusaha kita.Â
Jangan-jangan itu karena revolusi mental gagal mengubah pola pikir pengusaha Indonesia. Eh, ngomong-ngomong soal revolusi mental yang digagas Jokowi, "Emang bener ada ya."
Ah, sudahlah. Jangan menyalahkan Presiden Jokowi, pengusaha Indonesia, dan pengusaha Arab. Anggap itu semua tantangan bisnis untuk seorang Mak Comblang Bisnis seperti saya.Â
Jadi kalau sampai kerjasama bisnis pengusaha Arab dan pengusaha Indonesia gagal, berarti Mak Comblangnya yang abal-abal. Wah, jujur, saya gak mau dicap abal-abal.