Logika serupa bisa menjelaskan merebaknya Covid-19 varian D asal India di Indonesia. Pengabaian kecil di salah satu pintu masuk Indonesia mungkin menyebabkan lolosnya seseorang yang telah terpapar varian D itu ke Indonesia. Hasilnya adalah lonjakan pandemi Covid-19 di Indonesia kini. Â
Jelas sudah, Â kebijakan jaga jarak sosial dan fisik, atau secara menyeluruh langkah PPKM Darurat, Â memiliki landasan sains yang bisa dipertanggungjawabkan. Sedikitnya sudah saya tunjukkan dua teori yang mendasarinya: teori penjenjangan sosial (Karinthy/Milgram) dan teori sayap kupu-kupu (Lorenz).
Implikasinya sederhana. Jika ingin pandemi Covid-19 cepat berlalu dan tak makan terlalu banyak korban, maka perlebarlah jarak sosial dan fisik dengan orang lain khususnya selama PPKM Darurat atau selama pandemi belum surut. Disiplin sosial pribadi, sebagai wujud tanggungjawab sosial, itu kuncinya.
Jika itu bisa dilakukan secara konsisten, maka Covid-19 akan nenjauh dari kita, dari tadinya hanya sejauh satu orang menjadi sejauh enam orang.Â
Ayo, ini soal sains, soal akal sehat, demi keselamatan bersama. Kita pasti bisa.(eFTe)
Rujukan:
[1] Karinthy, Frigyes. Chain-Links, 1929. Translated from Hungarian and annotated by Adam Makkai and Enikö Jankó.
[2] Milgram, Stanley. "The Small World Problem", Psychology Today, 1967, Vol. 2, 60–67.
[3] Lorenz, Edward N. "Deterministic Nonperiodic Flow". Journal of the Atmospheric Sciences, 1963, 20 (2): 130–141.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H