Poltak melangkah mendekati Sirlam. Berdiri tepat di belakangnya, sambil memelototi bokong anak itu. Â
"Oi, siapa kamu! Â Kenapa kau pelototi pantat Sirlam!" Seorang laki-laki paruh baya, berkumis tebal, menegur Poltak.
"Oh, tidak apa-apa. Â Pantat Sirlam montok kalipun," jawab Poltak sambil beranjak kembali ke belakang Binsar. Â Sepintas diliriknya Sirlam. Â Anak itu sedang meliriknya juga dengan tatap mata gusar. Â Konsentrasinya rusak.Â
"Bagus, habislah kau," gumam Poltak, ketawa dalam hati. Â Sebenarnya pantat Sirlam itu rada tepos.
"Nomor tujuh! Binsar! Dari SD Hutabolon!" Â Binsar diabsen.
"Binsar! Binsar! Binsar!" Â Murid-murid SD Hutabolon, kelas empat sampai enam, kompak meneriakkan yel-yel penyemangat Binsar. Janter dan Marisi tampil sebagai dirigen ganda.
"Binsar! Aku tunggu kau di garis finis sana, ya! Â Libas semua puyuh itu!" Â Sambil mengunyah onde ketawa, Poltak berlari menuju garis finish. Â Menunggu Binsar di sana. Â
"Binsar pasti  menang." Poltak meyakinkan diri.  Sambil tetap mengunyah onde ketawa.Â
Poltak yakin karena dalam seminggu terakhir Binsar sudah latihan keras. Selain latihan teknik bersama Guru Paruhum di sekolah, dia juga latihan fisik di Panatapan. Â Tiap sore lari mendaki Bukit Partalinsiran sebanyak tiga kali.
Poltak mengangkat tinggi-tinggi kantong berisi onde ketawa  di tangan kirinya. Diputar-putarnya di udara.  Dia sedang memberitahu posisinya kepada Binsar.
"Semua peserta! Siap di posisi start masing-masing!" Panitia perlombaan mengarahkan peserta.