Poltak berjingkrak-jingkrak melambaikan kedua tangannya memberi semangat di belakang garis finish. Â Onde ketawa di mulutnya belum tuntas terkunyah. Â Onde ketawa di tangan kiri masih utuh.
Ajaib. Â Entah mendapat tenaga dari mana, seperti mode turbo, tiba-tiba saja Poltak melesat secepat kilat, lepas dari guntingan Janter dan Marisi. Â Sial, fatal, bagi Janter dan Marisi. Â Tak sempat mengubah arah, keduanya bertabrakan, lalu masing-masing terlempar jatuh ke arah berlawanan. Â Kepala mereka beradu keras, terdengar seperti suara dua butir kelapa beradu di udara.
Binsar tampil sebagai pemenang seleksi. Â Poltak senang bukan kepalang. Â Dia mengangsurkan tangan kirinya hendak memberikan sebutir onde ketawa untuk Binsar. Â "Bah, hilang!" teriaknya, tak menemukan lagi onde di genggamannya.Â
Entah bagaimana caranya, karena Poltak tak sadar, onde itu rupanya telah disambar Binsar pada sisa larinya. Sambil tertawa, Binsar lari mengunyak kue onde ketawa di mulutnya.
"Anggap mereka semua burung puyuh yang harus kau taklukkan," Poltak menyemangati Binsar, sambil menemaninya berjalan menuju garis start. "Tak ada puyuh yang selamat dari tangkapanmu," lanjut Poltak. Â
"Poltak! Jangan kau ganggu Binsar!" Guru Paruhum mengingatkan.
"Olo, Gurunami. Â Aku menyemangati, Gurunami," balas Poltak.
Di garis start, di belakang Binsar, Poltak mengeluarkan kantong plastik berisi tiga butir kue onde ketawa dari saku celananya. Mengambil sebutir dan menggerogotnya dengan nikmat.Â
Panitia lomba mulai memperkenalkan satu per satu peserta lomba. Â Semuanya sepuluh orang dari sepuluh SD di Kecamatan Parapat.
"Nomor dua! Â Sirlam! Dari SD Pardomuan! Â Juara tahun lalu!" Â Terdengar suara panitia memperkenalkan Sirlam, juara tahun lalu. Â Sirlam, artinya kilat. Â