"Pewujudan kedaulatan kesehatan nasional membutuhkan kehadiran seorang jenius penyimpang sosial. Mungkin Dokter Terawan Agus Putranto adalah orangnya." -Felix Tani
Kontroversi Dokter Terawan
Inovasi Vaksin Nusantara (VN) disebut-sebut sebagai salah satu alasan pemecatan Dokter Terawan dari IDI. Vaksin individual berbasis sel dendritik itu dikembangkan Dokter Terawan dan timnya sejak 2020 sebagai respon terhadap pandemi Covid-19.
Pengembangan VN tersebut kemudian dihentikan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) padat bulan April 2021. Caranya, BPOM tidak memberi ijin Uji Klinis Tahap 3 untuk calon Vaksin Nusantara (VN) itu. [1]Â
Alasan penghentian karena  Tim VN tidak bisa menunjukkan data uji pre-klinis. Tim juga tak melengkapi permintaan  data dan tidak memenuhi syarat-syarat BPOM. Proses uji klinis dinilai tidak sesuai  standar dan datanya berubah-ubah. [2]
Masalah itu sempat memicu pro-kontra nasional. Â Di satu pihak sejumlah anggota DPR dan tokoh nasional mendukung VN dan Tim Dokter Terawan. Â Di lain pihak, sejumlah tokoh nasional lainnya mendukung BPOM.
Pro-kontra itu kemudian diakhiri dengan sebuah Nota Kesepahaman antara  Menteri Kesehatan, Kepala Staf TNI AD, dan Kepala BPOM (20/4/2021).  Nota Kesepahaman tentang  "Penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas terhadap Virus SARS COV-2" itu mengalihkan kegiatan pengujian sel dendritik terkait imunitas terhadap Covid-19 menjadi penelitian berbasis pelayanan. Â
Penelitian itu dilaksanakan RSPAD Gatot Subroto di bawah pengawasan Kementerian Kesehatan dan supervisi BPOM. Implikasinya, uji klinis VN berbasis sel dendritik berakhir.Â
Selanjutnya, penelitian terkait sel dendritik menjadi penelitian terapan untuk menghasilkan produk peningkat imunitas terhadap Covid-19.
Belakangan, Dokter Terawan menyuntikkan VN kepada sejumlah tokoh masyarakat sebagai "vaksin booster". Menhan Prabowo Subianto tercatat sebagai salah seorang penerima. [3]Â
Tindakan pemberian dan promosi VN sebagai vaksin "booster" itulah yang dianggap IDI sebagai bentuk pelanggaran etika kedokteran. Alasannya riset VN belum selesai, sehingga VN belum bisa dipertanggung-jawabkan secara ilmiah. Â
Tapi benarkah VN tidak bisa dipertanggung-jawabkan secara ilmiah? Dokter Terawan yakin VN bisa dipertanggung-jawabkan. Hanya saja, pertanggung-jawabannya  keluar dari prosedur positivisme empiris yang menjadi arus utama riset kedokteran/farmasi.Â