Lalu apa maksud keriuhan yang berfokus pada peristiwa Ganjar tak diundang Puan di rumahnya? Tak terlalu sukar ditebak. Â Tak lain untuk mendengar suara politisi non-PDI-P, faksi-faksi dalam tubuh PDI-P, para pengamat politik, dan konstituen politik PDI-P sendiri, sebagian di antaranya netizen pegiat medsos. Â
Pimpinan PDI-P memerlukan suara-suara itu sebagai masukan untuk pengambilan sebuah keputusan mahabesar dan mahapenting: Â Capres 2024 dari PDI-P. Â Berdasar suara-suara itu, dan pertimbangan politik dan sosial lainnya, bisa saja keputusan mengerucut pada Puan, atau sebaliknya pada Ganjar. Atau bisa saja Gibran, yang mungkin sedang dipoles jadi "kuda hitam."
Misalkan Ganjar bukan pilihan Mega, lalu dia akan jadi apa? Habiskah karir politiknya? Atau pindah "rumah kost"? Tidak. Dengan kekuatan medsos dan elektabilitasnya, sebagai loyalis PDI-P, dia mungkin akan menjadi pengumpul suara handal bagi Puan, atau Gibran, atau siapapun  untuk Jawa Tengah. Jika capres dari PDI-P mememangi Pilpres 2024,  jabatan menteri sudah disiapkan untuknya.
Ini politik. Â Apa pun bisa terjadi. Â Entah itu sesuai dengan kepentingan rakyat atau tidak. Â Tapi jelas sesuai dengan kepentingan partai. Jadi, mengapa sih harus ikut-ikutan heboh bila sebuah partai sedang memainkan "permainan politik" (political game). Tonton saja, lalu komentar datar, tanpa emosi. Sebab partai juga tak punya emosi, bukan?Â
Lagi pula ini masih tahun 2021. Â Pilpres 2024 masih tiga tahun. Â Lain soal jika ada konflik dua Capres dari PDI-P tiga bulan sebelum Pilpres. Nah, itu baru "peristiwa politik", bukan "permainan politik" seperti sekarang ini.(efte)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI