"Apakah benar orang Dayak bakar-bakaran waktu buka ladang, Gurunami?"
"Benar. Begitu menurut buku yang pernah Pak Guru baca."
"Berarti orang Dayak sudah kenal api, Gurunami. Kalau ada api, mereka bisa bakar daging. Tidak makan daging mentahlah seperti pertunjukan tadi."Â
"Bah! Maksudmu, Poltak," Guru Marihot terdiam sejenak, "kedua orang tadi itu penipu?"
"Santabi, Gurunami," Poltak minta maaf, "aku tak tak tahulah soal itu. Tapi aku tak percaya orang tadi suku Dayak."Â
Guru Marihot terdiam. Berpikir keras. "Ucapan Poltak Si Keras Kepala ini ada betulnya juga," katanya dalam hati.
"Anak-anak," katanya sejurus kemudian, "Pak Guru setuju dengan pendapat Poltak. Orang Dayak sudah mengenal api. Karena itu mereka tak akan makan daging ular mentah. Orang tadi pasti bukan suku Dayak."
Guru Marihot baru saja menggagalkan satu kepakan sayap kupu-kupu ala Lorenz. Murid-muridnya terbebaskan dari satu kondisi awal negatif: anggapan orang Dayak liar dan buas. (Bersambung)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H