Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #048] Motor-Motoran Berhadiah Kerrok

23 April 2021   14:01 Diperbarui: 23 April 2021   15:55 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kolase oleh FT (Foto: kompas.com/dok. istimewa; pinterest.com)

Begitulah cara Guru Barita mengajarkan manfaat pelajaran berhitung kepada murid-muridnya.  Langsung dipraktekkan dan diuji dalam vak prakarya. Murid-murid didorong menerapkan ilmu hitung sederhana dalam pembuatan mainan sendiri. Contohnya perbandingan panjang, lebar, dan tinggi mainan motor-motoran.

"Anak-anak, menurut Pak Guru, semua motor-motoran ini bagus.  Tapi ada satu yang paling bagus.  Motor-motoran manakah itu?"

"Motor-motoran sanggar, Gurunami!"  Teriakan aklamasi bergemuruh di kelas dua SD Hutabolon.  Ada satu suara yang melengking tinggi.  Suara siapa lagi kalau bukan Berta. Cuping hidung Poltak mendadak kembang.

"Pak Guru sepakat."  Guru Barita tersenyum puas, kemudian melanjutkan, "Pak Guru sudah kasi ponten semua.  Tiap kelompok ambil lagi motor-motorannya.  Kecuali Kelompok Panatapan, ya."

"Bah, kenapa pula ini," gumam Poltak heran, sambil saling pandang dengan Binsar dan Bistok.

"Gurunami ... ."  Poltak mengacungkan telunjuk, hendak bertanya.

"Diamlah kau, Poltak.  Motor-motoran bikinan kalian bertiga Pak Guru minta.  Untuk mainan anak laki Pak Guru. Nanti, untuk kalian bertiga, Pak Guru berikan hadiah satu kerrok tiap orang."  

Tiga sekawan mendapat hadiah kerrok, peraut pensil berbentuk silinder kecil.  Di bagian belakangnya ada cermin bulat kecil untuk berkaca. Atau untuk mengintip sesuatu yang ada di tempat tersembunyi.   Itu kerrok idaman setiap murid SD Hutabolon.

"Hah!  Binsar! Bistok!  Kita dapat kerrok!" Poltak berteriak mabuk gembira.  Senyum Binsar dan Bistok merekah macam cangkang kerang terbuka. Mereka kini bisa meninggalkan pisau dapur sebagai peraut pensil yang primitif.

"Oi, nanti aku boleh pinjamlah kerrokmu, ya."  pinta Polmer yang duduk di samping kanan Poltak.  Poltak menoleh ke kanan.  Sekilas terlihat olehnya dua ujung cairan kental kehijauan melesat ke dalam rongga hidung Polmer. (Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun