"Begini caranya." Â Poltak mulai mengambar rancangan motor-motoran truk bak terbuka di tanah. Â Binsar dan Bistok memperhatikan dengan seksama.
Beginilah  rancangan Poltak.  Dua potongan batang sanggar besar dijadikan sasis.  Di atas sasis itu, menggunakan taruget, lidi ijuk enau, ditempelkan lantai motor-motoran terbuat dari batang-batang sanggar yang disatukan seperti rakit.  Lalu di sisi depan dan belakang, kiri dan kanan, dipasang tegak dinding yang terbuat dari batang-batang sanggar yang  sudah disatukan.  Kap mesin dan kabin tempat supir juga dibuat dengan cara serupa. Kaca depan dibuat dari plastik bening.  Roda dibuat dari batang daun enau.  Sedangkan as roda terbuat dari bambu yang diraut sebesar sumpit.
Rencana jenius pantas dijalankan.  Sesorean tiga sekawan Poltak, Binsar, dan Bistok sibuk membangun motor-motoran berbahan sanggar sambil menjaga kerbau di Holbung.  Bukan pekerjaan yang terlalu sukar.  Sebab mereka sudah terbiasa membuat sangkar burung dari bahan sanggar. Prinsip-prinsip pengerjaaannya hampir sama.Â
Lima unit prakarya motor-motoran sudah berjejer di meja Guru Barita. Â Motor-motoran Kelompok Panatapan beda sendiri: truk bak terbuka dari bahan sanggar. Â Kelompok Sorpea dan Kelompok Binanga membuat motor-motoran dari bahan hodong. Â Kelompok Hutabolon dan Kelompok Portibi menggunakan balok kaso bekas.Â
"Coba, Kelompok Panatapan, jawab pertanyaan Pak Guru."
"Siap, Gurunami." Â Poltak siap mewakili kelompoknya.
"Berapa sentimeter panjang, lebar, dan tinggi motor-motoran yang kalian bikin ini."
"Panjang empatpuluh senti. Lebar duapuluh. Â Tingginya limabelas senti, Gurunami."
"Mengapa tak dibikin panjangnya duapuluh senti, lebar limabelas, dan tingginya empatpuluh?"
"Kami bikin motor-motoran, Gurunami. Â Bukan bikin tugu."
"Tugu ompungmulah, Poltak. Â Pandai pula kau menjawab. Â Kalau tinggi motor melebihi panjang dan lebarnya, maka mudah terguling. Â Begitu penjelasannya."Â