"Itu Silosung. Â Kita ke situ." Â Bapak Poltak menunjuk sebuah kampung di dasar tebing, berada pada dataran sempit yang agak menjorok ke danau, semacam semenanjung kecil dalam teluk. Dari atas tebing, barisan rumah-rumah beratap seng berkarat tampak kecil.
"Bagaimana cara kita ke sana, Among?" Â tanya Poltak sedikit bingung. Â
"Merayap. Â Turun tebing," Â jawab bapaknya. Â "Kau bisa, kan?" Â Poltak mengangguk.
"Harus hati-hati. Â Jalan curam sekali. Â Bahaya. Jangan sampai terpeleset." Nenek Poltak mengingatkan. Â Serius, sangat serius.
"Ayo, kita turun." Â Bapak Poltak mulai melangkah menuruni tebing lewat jalan setapak. Â Poltak mengikut di belakangnya. Â Paling belakang, neneknya.
Baru sekitar lima meter menuruni tebing, batu sebesar kepalan yang diinjak Poltak tercungkil dari tanah. Â Poltak hilang keseimbangan. Â Lalu terpeleset menggelosor.
"Poltak!" Neneknya berteriak histeris. (Bersambung)