Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bom di Katedral Makassar, Gereja Katolik Tidak Marah

29 Maret 2021   14:00 Diperbarui: 29 Maret 2021   14:37 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perayaaan Minggu Palma di Gereja Katolik (Foto: st-yohanesbosco.com)

"Ya, Tuhanku, ya, Allahku, ampunilah pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Makasar, sebab dia tak mengerti apa yang telah diperbuatnya. Amin."

Andaikan dua insan pelaku bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makasar bisa menghargai makna  Minggu Palma, maka dia mungkin tak akan meledakkan diri di sana pada hari Minggu tanggal 28 Maret 2021, pagi sekitar pukul 10.28 WITA.

Bagi Gereja Katolik, Minggu Palma bermakna sebagai  pengingat akan kehadiran Kristus, Raja Damai, di tengah umat yang mendamba kehidupan yang bebas dari segala derita akibat dosa.  

Daun palma yang dilambai-lambaikan umat saat perayaan Minggu Palma adalah simbol kemenangan atas ketakutan, kekerasan, kesakitan, kehinaan, dan kematian.

Hari Minggu pagi kemarin (27/3/2021), umat Katolik Gereja Katedral Makasar baru saja usai melambaikan daun palma dalam perayaan misa. Mereka melangkah keluar gereja dengan daun palma di tangan. Suasana sungguh damai.

Tak dinyana,  suasana damai itu tiba-tiba terkoyak hebat. Sebuah bom bunuh diri meledak di pintu masuk Katedral. Lagi,  sebuah simbol kekerasan intoleratif dipanggungkan. Kontras dengan kedamaian yang disimbolkan daun palma.

***

Apakah Gereja Katolik, hirarki dan umat awam, marah atas kejadian bom bunuh diri di Katedral Makasar? Tidak, sama sekali tidak.  Sebab tidak ada pihak yang harus dimarahi. Juga tidak ada alasan untuk marah. 

Karena itu, mewakili Gereja Katolik, Mgr. Ignatius Suharyo, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), cukup menyatakan keprihatinan mendalam. Katanya, peristiwa bom itu merupakan kekerasan simbolik yang mestinya menjadi keprihatian seluruh bangsa. Itu saja. [1]

Kejadian bom bunuh diri di area Gereja Katolik bukan hal baru di negeri ini. Peristiwa semacam itu sudah berkali-kali terjadi, terutama di pulau Jawa. Beberapa kejadian bahkan makan korban jiwa umat Katolik dan umat Islam.

Ketimbang marah tiada guna, Gereja Katolik memilih melihat kejadian-kejadian itu sebagai tantangan imani. Dengan begitu,  umat Katolik di Indonesia membangun kedewasaan imannya.  

***

Umat Katolik menyikapi peristiwa bom bunuh diri di Katedral Makasar itu, juga kasus-kasus sebelumnya, dengan tindak kedewasaan iman: absolusi, introspeksi, antisipasi, dan ekspektasi.

Absolusi. Paragraf pertama artikel ini adalah adaptasi satu dari Tujuh Sabda dari Salib. Kalimat aslinya, "Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak mengerti apa yang mereka perbuat." Itu adalah kalimat absolusi, pengampunan, dari Yesus kepada orang-orang Yahudi yang telah meninggikan-Nya di kayu salib.

Bom bunuh diri di Katedral Makasar adalah "salib kecil" yang meninggikan umat Katolik.  Seperti Yesus mengampuni orang-orang yang menyalibkan-Nya, seperti itu pula umat Katolik harus mengampuni pelaku bom bunuh diri yang telah "menyalibkan" mereka.  

Dari cara pandang tertentu, peristiwa peledakan bom di Katedral Makasar pada Minggu Palma adalah suatu penistaan.  Tapi umat Katolik menolak cara pandang itu.  Sebab hal itu bisa berujung pada sikap menghalalkan darah pelaku bom bunuh diri.  Bagi umat Katolik, tidak setitik pun darah yang halal untuk ditumpahkan. 

Introspeksi.  Jika seseorang melempar seorang Katolik dengan batu, maka dia harus introspeksi.   Adakah yang salah dalam dirinya? Atau, apakah dia telah  berlaku salah dalam interaksi sosial?  Lalu, apakah kesalahan itu menyakiti orang lain, sehingga dia pantas mendapat lemparan batu?

Misalkan dari introspeksi itu, diketahui pelempar batu itu ternyata seseorang yang kelaparan karena terabaikan maka, sebagai balasan, kepadanya harus dilemparkan sebuah pisang. .

Bom di Katedral Makasar mungkin sebuah peringatan. Mungkin saja dalam interaksi antar kelompok umat, sengaja atau lalai,  umat Katolik telah bertindak intoleran.  Barangkali ada individu umat beragama lain merasa terhina.  Lalu bom bunuh diri menjadi pilihan cara mengingatkan.

Antisipasi.  Yesus disalibkan orang Yahudi bukan karena Dia berbuat atau berkata salah. Tidak ada pemuka agama Yahudi waktu itu yang bisa menunjukkan kesalahan-Nya. 

Satu-satunya alasan orang Yahudi menyalibkan Yesus, adalah ajarannya yang berbeda, dalam arti pembaruan. Perbedaan itu telah ditafsir sebagai kejahatan, suatu ancaman eksistensi.

Demikian pula, akan selaku ada orang yang tidak suka kepada umat Katolik, semata-mata karena alasan perbedaan. Sehingga, atas alasan itu, sewaktu-waktu bisa saja bom meledak lagi di area gereja Katolik.

Karena itu, umat Katolik mesti bersikap antisipatif, berjaga-jaga terhadap kemungkinan aneka bentuk teror, termasuk bom bunuh diri.  Di gereja-gereja Katolik Jakarta misalnya, diterapkan aturan larangan parkir motor dan mobil di dalam komplek gereja. 

Lalu pada hari-hari perayaan besar, Natal dan Paskah, diterapkan larangan mengenakan jaket dan tas besar, termasuk ransel, saat memasuki areal gereja.  Disamping juga umat wajib melewati pintu detektor logam.

Lebih ketat lagi di masa pandemi kini.  Untuk bisa ikut kebaktian misa di gereja (off-line), umat harus terlebih dahulu mendaftar dan mendapatkan "tiket" misa.  Sebenarnya ini prokes misa di masa pandemi Covid-19.  Tapi jitu juga untuk memastikan umat yang bisa masuk gereja adalah umat yang terdaftar di gereja (paroki) itu.

Langkah-langkah antisipatif itu mungkin merepotkan, bahkan menjengkelkan.  Tapi tidak ada kenyamanan dan keamanan yang diperoleh secara cuma-cuma.   Semua butuh pengorbanan.

Ekspektasi.  Berharap sesuatu yang baik adalah doa.  Setelah mengambil tiga sikap absolutif, intrispektif, dan antisipatif, maka umat Katolik mencanangkan ekspektasi, suatu pengharapan akan kebaikan.

Semoga dengan semua langkah-langkah yang telah ditempuh, risiko gangguan atau teror terhadap kegiatan ibadah tereliminasi.  Umat Katolik berharap,melalui sikap absolutif dan retrospektif, kualitas toleransi antara ragam kelompok umat beragama dapat ditingkatkan.  Lalu, melalui langkah-langkah antisipatif,  kebijakan dan aksi preventif dari pemerintah dapat terbantu.

Sebuah harapan tentu harus disampaikan juga kepada para teroris yang teridentifikasi diri sebagai kelompok radikal berbasis keagamaan. Semoga mereka sudi  menghargai perbedaan iman sebagai anugerah "bhinneka tunggal ika" dalam "Ketuhanan Yang Maha Esa." [2]

***

Semua yang telah diutarakan dalam artikel ini merupakan tafsir dan pemahaman saya sebagai seorang Katolik yang biasa-biasa saja.  Jelas ini bukan sikap resmi Gereja Katolik.  Tapi, berdasarkan pemahaman atas ajaran iman Katolik, saya berkeyakinan Gereja Katolik mengambil sikap seperti itu.

Saya yakin, penyikapan seperti di atas lebih berimplikasi positif ketimbang  sikap mengutuk.  Terlalu boros para tokoh organisasi sosial dan politik di negeri ini mengutuk peristiwa bom bunuh diri di Katedral Makasar.  Dulu, saat terjadi rentetat pemboman di gereja-gereja Katolik (dan Kristen), mereka juga melontarkan kutukan yang sama.

Menjadi pertanyaan, dalam selang waktu antara peristiwa bom yang lalu dan peristiwa bom terbaru, langkah-langkah apa yang telah mereka lalkukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya bom bunuh diri di areal gereja?  Jawaban atas  pertanyaan itu jauh lebih penting, ketimbang sekadar umbaran kutukan.(*)

Rujukan:

[1] "KWI soal Bom Bunuh Diri Depan Gereja Katedral Makassar: Keprihatinan Bangsa," detik.com, 28/3/2021.

[2] "Kapolri Ungkap Jaringan Teroris yang Ledakkan Diri di Gereja Katedral," jpnn.com, 29/3/2021.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun