Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bom di Katedral Makassar, Gereja Katolik Tidak Marah

29 Maret 2021   14:00 Diperbarui: 29 Maret 2021   14:37 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketimbang marah tiada guna, Gereja Katolik memilih melihat kejadian-kejadian itu sebagai tantangan imani. Dengan begitu,  umat Katolik di Indonesia membangun kedewasaan imannya.  

***

Umat Katolik menyikapi peristiwa bom bunuh diri di Katedral Makasar itu, juga kasus-kasus sebelumnya, dengan tindak kedewasaan iman: absolusi, introspeksi, antisipasi, dan ekspektasi.

Absolusi. Paragraf pertama artikel ini adalah adaptasi satu dari Tujuh Sabda dari Salib. Kalimat aslinya, "Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak mengerti apa yang mereka perbuat." Itu adalah kalimat absolusi, pengampunan, dari Yesus kepada orang-orang Yahudi yang telah meninggikan-Nya di kayu salib.

Bom bunuh diri di Katedral Makasar adalah "salib kecil" yang meninggikan umat Katolik.  Seperti Yesus mengampuni orang-orang yang menyalibkan-Nya, seperti itu pula umat Katolik harus mengampuni pelaku bom bunuh diri yang telah "menyalibkan" mereka.  

Dari cara pandang tertentu, peristiwa peledakan bom di Katedral Makasar pada Minggu Palma adalah suatu penistaan.  Tapi umat Katolik menolak cara pandang itu.  Sebab hal itu bisa berujung pada sikap menghalalkan darah pelaku bom bunuh diri.  Bagi umat Katolik, tidak setitik pun darah yang halal untuk ditumpahkan. 

Introspeksi.  Jika seseorang melempar seorang Katolik dengan batu, maka dia harus introspeksi.   Adakah yang salah dalam dirinya? Atau, apakah dia telah  berlaku salah dalam interaksi sosial?  Lalu, apakah kesalahan itu menyakiti orang lain, sehingga dia pantas mendapat lemparan batu?

Misalkan dari introspeksi itu, diketahui pelempar batu itu ternyata seseorang yang kelaparan karena terabaikan maka, sebagai balasan, kepadanya harus dilemparkan sebuah pisang. .

Bom di Katedral Makasar mungkin sebuah peringatan. Mungkin saja dalam interaksi antar kelompok umat, sengaja atau lalai,  umat Katolik telah bertindak intoleran.  Barangkali ada individu umat beragama lain merasa terhina.  Lalu bom bunuh diri menjadi pilihan cara mengingatkan.

Antisipasi.  Yesus disalibkan orang Yahudi bukan karena Dia berbuat atau berkata salah. Tidak ada pemuka agama Yahudi waktu itu yang bisa menunjukkan kesalahan-Nya. 

Satu-satunya alasan orang Yahudi menyalibkan Yesus, adalah ajarannya yang berbeda, dalam arti pembaruan. Perbedaan itu telah ditafsir sebagai kejahatan, suatu ancaman eksistensi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun