[Walaupun tak mampu mengikuti teman-teman, tiada susah hatiku. Tapi anakku tak boleh tertinggal dari teman sepantarannya.]
Hugogo pe mansari arian nang bodari
laho pasingkolahon gellenghi.
Na ingkon marsingkola satimbo-timbona
singkap ni na tolap gogokhi.
[Kerja keras aku cari nafkah siang dan malam untuk menyekolahkan anakku. Harus bersekolah setinggi-tingginya sampai sekuat tenagaku]
[2] Marhoi-hoi pe ahu inang da
hu dolok hu toruan.
Mangalului ngolu-ngolu na boi parbodarian.
Asal ma sahat gellenghi da sai sahat hu tujuan.
Anakhonhi do hasangapon di ahu.
[Terengah-engah aku oh ibu ke hulu dan ke hilir. Â Mencari nafkah untuk hidup sehari-hari. Asalkan anak-anakku sampai ke tujuannya. Anakku itulah kemuliaan bagiku.]
[3] Ai tung so boi pe ahu marwol da
marnilon mar jam tangan.
Tarsongon dongan-donganki da
marsedan marberlian.
Alai sudena gellenghi da
dang jadi hahurangan.
Anakhonhi do hamoraon di ahu.
[Walaupun aku tak bisa berpakaian wol, nilon dan jam tangan. Seperti teman-temanku naik sedan pakai berlian. Tapi semua anakku tak boleh berkekurangan. Anakku itulah kekayaan bagiku.]
[Ref.] Nang so tarihuthon ...
{Kembali ke [2]} Marhoi-hoi pe ahu inang da ...
Teks lagu itu tegas memposisikan anak sebagai hal paling berharga, representasi kekayaan, dan basis kemuliaan bagi orangtua. Kepentingan masa depan anak yaitu pendidikan harus diutamakan, lebih dari apapun.Â
Orangtua Batak sejati rela mengorbankan apa pun, termasuk kebutuhan dan kesenangan diri, demi kelangsungan pendidikan anak. Sedapat mungkin anak harus menjadi sarjana. Itu modal baginya untuk meraih kehidupan yang lebih baik dari orangtuanya.