Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Istiqlal yang Terbuka", Tafsir Ujaran Puan Maharani

13 Maret 2021   19:31 Diperbarui: 14 Maret 2021   17:16 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Datang ke Indonesia, datang ke Jakarta, semuanya harus datang juga ke Masjid Istiqlal. Kita tunjukkan umat Muslim Indonesia adalah Muslim yang toleran dengan seluruh umat beragama. Tidak hanya umat Muslim saja yang boleh datang ke Istiqlal. Semua umat beragama harus boleh datang ke Istiqlal untuk melihat bahwa Indonesia punya masjid indah dan terisi dengan kajian Islam yang moderat" - Puan Maharani, 11 Maret 2021. [1]

Ujaran Puan Maharani,  Ketua DPR-RI, itu langsung menjadi kontroversi. Sebagian merespon positif. Tapi kebanyakan menanggapi sinikal. 

Bagi pihak yang sinikal, Puan dianggap "kurang piknik"   Sudah sejak lama Masjid Istiqlal membuka pintu untuk kunjungan umat Non-Muslim. Selain tamu negara, sudah banyak wisatawan datang menikmati keagungan dan keindahan mesjid itu.[2]

Tapi sungguhkah keterbukaan fisik  semacam itu yang diharapkan Puan Maharani? Sebagai Ketua DPR-RI, Mantan Menteri, dan anak Jakarta asli, mustahil dia taktahu Istiqlal secara fisik terbuka bagi kunjungan umat Non-Muslim.

Bila bukan keterbukaan secara fisik, lantas keterbukaan macam apa sebenarnya yang diharapkan Puan?  Saya mencoba menafsir makna ujaran Puan. Sekalian mengaitkannya dengan ujaran senada di ruang dan waktu lain. Ada dugaan bahwa yang dimaksud Puan adalah keterbukaan sosiologis. 

***

Sekurangnya ada dua frasa yang mengindikasikan harapan keterbukaan sosiologis itu.  Dua frasa itu adalah: "... umat Muslim Indonesia adalah Muslim yang toleran dengan seluruh umat beragama" dan "... Indonesia punya masjid indah dan terisi dengan kajian Islam yang moderat."

Dua frasa itu mengarah pada gagasan Masjid Istiqlal sebagai simbol Muslim Indonesia yang moderat dan toleran. Itu jelas merujuk pada keterbukaan sosiologis, yaitu komunikasi atau saling-terima eksistensial antar umat beragama beda. 

Saling-terima di situ bukan penerimaan pada ajaran agama lain. Tapi penerimaan terhadap keberadaan umat lain sebagai sesama warga negara yang punya hak dan kewajiban yang sama.

Tafsir di atas dapat menjadi konteks bagi ujaran Puan tentang Sumatera Barat tahun lalu. Saat mengumumkan calon kepala daerah dari PDIP untuk Pilkada 2020 (2/9/2020), Puan berujar,  "Semoga Sumatera Barat menjadi provinsi yang memang mendukung negara Pancasila."[3]

Ujaran itu telah  memicu kontrovesi dan hujatan pada Puan dari berbagai pihak. Puan dinilai meragukan kepancasilaan masyarakat Sumbar. Tapi memang ada preseden gejala sikap intoleransi beragama di sana. Oleh sebagian orang, ujaran Puan lalu dikaitkan dengan gejala itu.

Jika berpikir dalam konteks Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, maka ujaran Puan adalah pengingat nasionalisme. Ujaran semacam itu layak disampaikan kepada semua daerah yang kini cenderung dikendalikan oleh politik primordial.  Jika Puan misalnya ke Bali, NTT, dan Papua, ujaran serupa juga layak disampaikan.

Puan agaknya menilai Mesjid Istiqlal sangat tepat sebagai simbol kehadiran Pancasila, UUD, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.  Dia berharap hal itu terartikulasi pada keterbukaan Istiqlal terhadap semua umat beragama. Bukan semata keterbukaan fisik, tetapi tetutama keterbukaan secara sosiologis. Itu sebabnya dia menyebut soal Islam yang moderat dan toleran.

Sesungguhnya, Puan juga harus mengatakan hal serupa tentang tempat ibadah lain. Misalnya tentang Katedral Jakarta, Gereja Emmanuel Jakarta, Pura Besakih, Kelenteng Kwan Bin Sio Tuban dan Candi Borobudur.  Itu semacam harapan tentang Katolik, Kristen, Hindu, Konghucu, dan Budha yang moderat dan toleran.  

Ujaran Puan tentang Istiqlal, karena itu,  sebaiknya ditafsir sebagai ujaran yang harus menjadi perhatian serius bagi semua umat beragama di Indonesia. Pertanyaan reflektifnya, sudahkan warga negara ini mengartikulasikan sikap beragama yang moderat dan toleran? 

Kita tentu saja bisa merujuk pada indeks toleransi beragama dari Setara Institute sebagai ukuran. Untuk tahun 2020, lima (dari 94) kota yang paling toleran adalah Salatiga, Singkawang, Manado, Tomohon, dan Kupang. Lima kota paling intoleran adalah Depok (terbawah), Tanjungbalai, Banda Aceh, Jakarta, dan Cilegon.  Perhatikan Jakarta, tempat Istiqlal berada, menrmpati urutan keempat paling intoleran.

Tapi itu hasil pengukuran Setara  Institute. Dibuat dengan frame tertentu yang terbuka untuk diperdebatkan. Tapi setidaknya hasil pengukuran itu bisalah memberi gambaran awal tentang sikap toleransi  beragama di Indonesia.

***

Afa satu pertanyaan yang tetap menggantung. Jika ujaran Puan ditafsir berlaku untuk semua umat beragama, maka seberapa moderat dan tolerankah sikap hidup beragama di Indonesia hari ini? Pertanyaan itu belum pernah dijawab secara resmi. Pengukuran Setara Institute bukan data atau jawaban resmi. Itu hanya semacam data pengawasan sosial dari kelompok masyarakat madani. 

Saya pikir pemerintah, DPR,  dan institusi-institusi keagamaan sudah saatnya melakukan pengukuran resmi, sebagai salah satu indikator pembangunan sosial. Sebab hanya dengan mengetahui, lalu menerima, fakta tingkat moderasi dan toleransi sikap beragama itu, pemerintah bisa membuat kebijakan dan program peningkatan sikap positif kehidupan beragama dalam masyarakat bangsa yang majemuk ini.

Setelah moderasi dan toleransi sikap beragama berada di tingkat kondusif, barulah bangsa ini bisa membangun diri dengan tenang. Tanpa terganggu oleh isu-isu dan gerakan-gerakan berlabel keagamaan yang tak ada relevansinya dengan hakekat agama itu sendiri. (*)

 

Rujukan:

[1] "Puan Ingin Masjid Istiqlal Terbuka buat Non-Muslim, Apa Bisa?", cnbcindonesia.com, 13/03/2021.

[2] "Imam Besar Jawab Puan: Istiqlal Ramah Non-Muslim Sejak 2016 ", cnbcindonesia.com, 12/03/2021.

[3] "5 Hal Seputar Polemik Ucapan Puan Maharani Terkait Sumatera Barat dan Pancasila", tempo.co, 05/09/2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun