"Saya tidak membenci Pak Jokowi karena beliau adalah produk lokal bukan produk asing, walaupun produk gagal.” -Rocky Gerung [1]
Ujaran itu disampaikan Rocky Gerung (RG), aktivis KAMI, menanggapi ajakan Presiden Jokowi untuk "cinta produk sendiri, benci produk asing." Ajakan itu disampaikan Presiden Jokowi dalam pembukaan Raker Kemendag dan kemudian Raker HIPMI. [2]
Dalam pola silogisme, ujaran RG itu sebagai berikut: Premis [1] Saya tidak membenci produk lokal (walaupun produk gagal); Premis [2] Pak Jokowi bukan produk asing; maka, Kesimpulan [3] Saya tidak membenci Pak Jokowi (walaupun produk gagal).
Saya akan tunjukkan dua bentuk kegagalan dalam ujaran RG itu.
Pertama, kegagalan ujaran RG sebagai sebuah pernyataan (argumen) yang masuk akal (logis) karena faktor irrelevansi konsep.
Saya mulai dari konsep "produk." Produk adalah barang kongkrit dan atau abstrak bersifat tetap, disebut komoditas, yang dihasilkan melalui proses produksi yang bersifat teknis di bawah kendali manusia. Contohnya kolor lelaki (kongkrit) dan aplikasi internet (abstrak).
Nah, Pak Jokowi bukanlah "produk" seturut pengertian itu. Dia adalah mahluk hidup manusia yang lahir secara biologis. Lalu kemudian tumbuh dan berkembang secara biologis dan sosiologis. Sosiologis di sini mencakup aspek-aspek sosial, budaya, ekonomi, dan politik.
Karena Pak Jokowi bukan produk, maka seluruh bangunan argumen RG langsung rubuh. Jelasnya, tidak berlaku untuk Pak Jokowi sebagai seorang manusia.
Tapi mungkin saja RG berkelit dengan mengatakan "Yang saya maksud adalah Pak Jokowi sebagai Presiden RI." Baiklah, saya terima dia ngeles.
Saya uji lagi argumennya. Benar, jabatan "Presiden RI adalah barang abstrak, hasil produksi dari sebuah proses politik Pilpres 2017. Karena jabatan itu produk, maka benar ada kemungkinan dua kualitas: bagus atau gagal.