Salah satu tanaman yang fanatik  berpoligami dan berpoliandri adalah jagung.  Tentang hal itu sudah dijelaskan Felix Tani kemarin dalam artikel "Benar, Angin Bisa Bikin Hamil" (K.15.02.21). Jadi takperlu diulangi di sini.
Intinya, perkawinan jagung bersifat poligami sekaligus poliandri. Â Hal itu terjadi karena pada jagung sari jantan pisah ranjang (bunga) dengan putik betina, walau tinggal serumah (satu batang). Bunga jantan tidur di ranjang atas, pada malai di pucuk batang jagung. Â Sedangkan bunga betina tidur di ranjang bawah, pada tongkol di ketiak daun. Â
Tiupan angin melepaskan puluhan juta serbuk sari dari bulirnya, dan  menerbangkannya ke hamparan ladang jagung.  Serbuk sari itu kemudian jatuh ke bunga betina, tepatnya ke untaian rambut yang menjuntai dari ujung tongkol. Rambut-rambut itu adalah saluran ratusan ovarium yang memanjang ke luar untuk menangkap serbuk sari jantan.Â
Oleh tiupan angin, serbuk sari jantan itu terbang ke segala penjuru kebun jagung, lalu jatuh membuahi putik betina  di pohon (rumah) lain dan bahkan di kebun (kampung) lain. Nah, itu namanya bunga jantan jagung itu berpoligami, kawin dengan ratusan atau bahkan ribuan bunga betina. Sekitar 95.0 persen ovarium bunga betina jagung dibuahi sari jantan melalui perkawinan poligami seperti itu. Hanya 5.0 persen yang dibuahi sari jantan secara monogami, serumah pisah ranjang.
Dilihat dari sisi bunga betina, jagung itu berpoliandri juga sebenarnya.  Secara atraktif, bunga betina jagung  secara genit(alia) menjulur-julurkan rambut lebatnya untuk menangkap sembarang serbuk sari jantan yang mendekat. Semakin panjang dan kinclong rambutny, semakin banyak sari jantan yang datang melekat.  Nah, ini namanya poliandri, bukan?
Poliandri pada jagung itu gampang dibuktikan. Â Dalam sehamparan ladang tanamnya ragam varietas jagung yang bijinya beda warna satu sama lain. Nanti hasilnya biji jagung dalam satu tongkol yang sama akan berwarna-warni. Â Itu akibat poliandri. Â
Pada manusia juga begitu, bukan? Â Kalau seorang perempuan bersuamikan seorang kaukasoid, seorang mongoloid, dan seorang negroid dalam waktu bersamaan, maka anak-anaknya pasti warna-warni juga, bukan?
Sekarang, sudah jelas mengapa petani, khususnya petani jagung fanatik mendukung poligami dan poliandri, bukan? Â Jika petani anti-poligami dan anti-poliandri dalam perkawinan tumbuhan, maka hanya 5.0 persen dari ladang jagungnya yang berbuah. Â Selebihnya 95.persen menghasilkan tongkol kosong. Â Kebayang, kan, seberapa besar kerugian petani?Â
Asal tahu saja, biaya produksi jagung itu sekitar Rp 15 juta per hektar. Â Lha, kalau panenan hanya 5.0 persen dari luas tanam, itu namanya puso, gagal panen. Â Malapetaka itu bagi petani jagung.
Tapi bukan hanya petani yang akan mengalami petaka. Â Jika poligami dan poliandri dilarang dalam dunia perjagungan, maka produksi jagung nasional dan dunia akan anjlok tralala. Â Mau tahu dampak lanjutnya?Â
Panjang rantai dampaknya. Â Masyarakat pemakan jagung akan mengalami krisis pangan. Industri pakan ternak defisit bahan baku, sehingga produksi pakan berhenti. Â Ternak para peternak, misalnya unggas, akan mengalami krisis pangan juga. Produksi daging dan telur ayam misalnya akan berhenti. Â Ayam mana pula yang mau hidup atau sudi bertelur kalau tak diberi makan. Â Mendingan mati saja.