Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Drakor "Percobaan Kudeta" di Partai Demokrat

2 Februari 2021   13:53 Diperbarui: 2 Februari 2021   15:37 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muldoko dan AHY (Kolase dari: tribunnews.com)

Maksud Muldoko, AHY tak perlu merasa posisinya sangat terancam, sehingga perlu secara tersamar minta campur-tangan Presiden Jokowi untuk menyelamatkan kepemimpinannya di Demokrat.

Hal yang Memalukan

Isu "percobaan kudeta" di tubuh Partai Demokrat, jika benar ada, sejatinya menunjuk pada kegagalan AHY dalam memimpin partainya.  Sejumlah anggota partai terindikasi tidak puas pada kepemimpinannya, sehingga merasa perlu mencari sosok pemimpin baru yang lebih mumpuni.  Ini sebenarnya hal yang sangatmemalukan untuk seorang ketua umum partai.

Anehnya, AHY memilih untuk membuka kasus memalukan itu ke ruang publik lewat satu pemanggungan "drakor" dengan kisah "percobaan kudeta yang ditengarai melibatkan "Orang-Orang Presiden."  Dalam "drakor" politik itu jelas AHY diplot untuk memainkan peran sebagai "korban" (playing victim).  Itu sangat memalukan karena dengan menempatkan diri sebagai "korban", berarti AHY menolak untuk bertanggungjawab atas gejala ketidakpuasan, perpecahan,dan "pemberontakan" di dalam partainya.

Ringkasnya, drakor "percobaan kudeta" di Partai Demokrat itu dimaksudkan untuk mengalihkan tangggungjawab atas kekacauan partai ke pundak Presiden Jokowi.  Jalan cerita "percobaan kudeta" disusun sedemikian rupa, untuk menggiring penonton pada satu kesimpulanok, "Presiden Jokowi hendak menguasai Partai Demokrat."   Dramatis, bukan?

Tiga Poin Penting 

Pada akhirnya, setelah menonton "drakor percobaan kudeta" besutan Partai Demokrat, saya memperoleh tiga poin penting yang perlu menjadi perhatian pihak-pihak yang bersangkut-paut atau disangkut-pautkan.

Pertama, Presiden Jokowi tak perlu membalas atau menjawab surat Ketua Umum Partai Demokrat karena Muldoko sudah memberikan klarifikasi bahwa Presiden tidak tahu-menahu soal perkara ini.  Sepatah kata jawaban dari Jokowi, niscaya bermakna dukungan politis untuk AHY dan, memang, itulah yang diharapkan Demokrat.

Kedua, Muldoko perlu memberikan informasi yang lebih terpercaya bahwa dia tak pernah menginisiasi rencana kudeta di Partai Demokrat dan keterlibatannya bersifat pasif, dalam arti hanya mendengar aspirasi para politisi Demokrat yang tidak puas terhadap kepemimpinan AHY.  Dia juga harus memastikan bahwa dirinya terlibat secara pasif dalam kapasitas sebagai pribadi, bukan sebagai Kepala KSP, serta tidak menggunakan fasilitas negara dalam kasus itu.  Dengan demikian, posisinya sebagai Kepala KSP tidak ikut terbawa-bawa.

Ketiga, Partai Demokrat sebaiknya melakukan evaluasi internal terhadap kinerja kepemimpinan AHY sebagai Ketua Umum, lalu mencari solusi untuk lebih meningkatkan kinerja kepemimpinan dan kinerja partai dalam pembangunan politik nasional.  Berhentilah memainkan drakor "korban" dalam merespon setiap persoalan yang mendera Partai Politik.  

Seorang pemimpin yang selalu menempatkan diri sebagai "korban" adalah pemimpin yang lari dari tanggungjawab, sehingga tidak akan pernah bisa membawa organisasinya ke tataran yang lebih tinggi.  Itu jugalah makna pesan Muldoko, "Jadi pemimpin itu jangan baperan." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun